Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Keunikan Sejarah Budaya Adat Istiadat Suku Gayo Daerah Provinsi Aceh

Keunikan-Sejarah-Budaya-Adat-Istiadat-Suku-Gayo-Daerah-Provinsi-Aceh
Keunikan Sejarah Budaya Adat Istiadat Suku Gayo Daerah Provinsi Aceh Keunikan-Sejarah-Budaya-Adat-Istiadat-Suku-Gayo-Daerah-Provinsi-Aceh

Adat Istiadat Suku Gayo Aceh - Suku Gayo adalah Kelompok suku etnis yang mendiami dataran tinggi Gayo di Provinsi Aceh bagian tengah. Suku Gayo beragama Islam dan mereka dikenal taat dalam agamanya dan mereka menggunakan Bahasa Gayo dalam percakapan sehari-hari mereka.

Suku gayo mendiami hampir 1/2 pedalaman Aceh terdiri dari 5 kabupaten kota bagian pemerintah Aceh. suku gayo dibagi menjadi beberapa bagian yaitu suku gayo takengon di kabupaten bener meriah dan kab. Aceh Tengah, suku gayo Blang Kejeren, Suku Gayo Alas Kute Cane, Suku Gayo Lukup Aceh Timur, Suku gayo taming Aceh Tamiang. Kegiatan adat.

Masyarakat Gayo hidup dalam komunitas kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari reje (raja), petue (petua), imem (imam), dan rayat (rakyat).

Sejarah Suku Gayo

Pada abad ke-11, Kerajaan Linge didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kesultanan Perlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesen dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda.
Raja Linge I, disebutkan mempunyai 4 orang anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah Johan (Johan Syah) dan Meurah Lingga (Malamsyah).

Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di sana dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lam Krak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Ini berarti Kesultanan Lamuri di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.

Mata Pencaharian Suku Gayo

Mata Pencaharian utama orang Gayo adalah bertani padi di sawah. Walaupun begitu, pertanian ladang sudah ada sejak dulu, yaitu untuk bertanam kepile (ketela), gadung (ubi kayu), penggele (labu), terong, Cabe, jagung, pisang. Tanaman lain seperti tembakau, kopi, tebu, kentang, dan kol sudah lama pula mereka kenal. Dulu pekerjaan berat dikerjakan bersama-sama secara alung-tulung (gotong royong). Untuk mengerjakan pertanian di sawah mereka menggunakan bajak yang ditarik oleh kuda. Peralatan hidup sehari-hari kebanyakan mereka buat dari tanah liat (gerabah), selain mengembangkan kerajinan anyaman dari berbagai jenis pandan dan bambu, serta membuat barang berukir dari kayu.

Seni Budaya Suku Gayo

Dalam seluruh segi kehidupan suku Gayo tak lepas dari nilai unsur budaya dan nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi, kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.

Salah satu unsur budaya yang tidak pernah padam di kalangan masyarakat Suku Gayo adalah kesenian, dan tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain Tari Saman Aceh

Seni dan Tarian Suku Gayo

- Didong
- Didong Niet
-Tari Saman
-Tari Bines
-Tari Guel
-Tari Munalu
-Tari Sining
-Tari Turun ku Aih Aunen
-Tari Resam Berume
-Tuah Kukur
-Melengkan
-Dabus


Bahasa Suku Gayo

Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Gayo. Bahasa tersebut mempunyai keterkaitan dengan bahasa Suku Batak Karo di Sumatera Utara. Dialek bahasa Gayo memiliki beberapa variasi karena pengaruh dari bahasa luar.

Marga Suku Gayo

Hanya sebagian kecil masyarakat Gayo yang masih mencantumkan nama marga-marganya, terutama yang bermukim di wilayah Bebesen. Hal ini hanya untuk mengetahui asal/Garis keturunan.

Berikut daftar marga-marga pada suku Gayo:

Ariga
Cibero
Linge
Melala
Munte
Tebe
Alga

Ada Istiadat Gayo

1. Ter mani

Salah satu kegiatan adat yang paling dikenal disuku gayo yaitu ter mani (turun mandi)  pada acara adat anak yang baru dilahirkan dimandikan oleh tetua kampung dan didoakan (diwasiat) semoga kelak menjadi anak yang berguna bagi keluarga dan masyarakat umum, langkah pertama yang dilakukan biasa membawa anak yang akan dimandikan ke sungai yang ada di dekat pemukiman warga, tetapi resepsi ini sudah mulai pudar dalam masyarakat gayo. satu hal yang paling uni dalam acara ini yaitu pada saat membelah ketlapa di dekat kepala sang bayi, kalau misal belahan batoknya bagus menurut kepercayaan tetua kampung dan masyarakat etikat anak ini akan baik, dan kemudian kelapa yang sedah dibelah di bagikan kepada orang ikut pada acara turun mandi tersebut.

2. Mungerje

Adat pernikahan di suku gayo juga unik, ada dua model pernikahan dalam suku gayo yaitu: i angkab, dan i juelen.
1. i angkap adalah dimana seorang lelaki dijadikan penghidup keluarga wanita, dimana sang lelaki berkewajiban mempertanggung jawab keluarga dari mempelai wanita. biasa sang mempelai lelaki adalah berasal dari keluarga yang mungkin sudah tinggal sendiri (tak ada orang tua lagi),

2. i juelen yaitu seperti pernikahan biasa yang dilakukan masyarakat luas mungkin hampir sama diseluruh indonesia. di mana mempelai wanita ikut suami.

Demikian Keunikan Sejarah Budaya Adat Istiadat Suku Gayo Daerah Provinsi Aceh, semoga bermanfaat dan jangan lupa berkomentar dan berkunjung kembali

Baca Juga Artikel