Keunikan Sejarah Adat Istiadat Budaya Suku Sunda Daerah Jawa Barat
Keunikan Sejarah Adat Istiadat Budaya Suku Sunda Daerah Jawa Barat
Adat Istiadat Suku Sunda Jawa Barat - Suku Sunda adalah suku etnis terbesar yang berasal kota Bandung Jawa Barat dengan memiliki banyak ragam budaya mulai adat istiadat, upacara adat, pakaian adat jawa barat, kesenian sunda , musik lirik lagu sunda dan lainnya .
Suku Sunda memiliki populasi dengan jumlah 65% penduduk Jawa Barat secara keseluruhan selain ada juga Suku Jawa , batak dan lainnya dijumpai di daerah bagian utara Jawa Barat.
Ragam Adat Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan
bagi bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan. Keunikan Sejarah Adat Istiadat Budaya Suku Sunda Daerah Jawa Barat adalah aset sumber devisa bagi negara yang bisa mendatangkan sumber pendapatan bagi negera dengan berbagai objek wisata.
Sejarah suku Sunda
Kerajaan Sunda muncul pada abad ke- 8 sebagai lanjutan atau penerus kerajaan Tarumanegara. Pusat kerajaannya berada disekitar Bogor, sekarang. Sejarah Sunda mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk kekuasaan kompeni Belanda sejak 1610 dan dari arah pedalaman sebelah timur masuk kekuasaan Mataram sejak 1625
Menurut RW. Van Bemelan pada tahun 1949, Sunda merupakan sebuah istilah yang dipakai untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah India timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamai Sahul. Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia.
Yaitu berasal dan bertempat tinggal di Jawa Barat. Daerah yang juga sering disebut dengan Tanah Pasundan atau Tatar Sunda.
Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah kurang lebih 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat dan sekitar 1 juta jiwa hidup di provinsi lain. Dari antara mereka, penduduk kota mencapai 34,51%, suatu jumlah yang cukup berarti yang bisa dijangkau dengan berbagai media.
Kendatipun demikian, suku Sunda ialah salah satu kelompok orang yang paling kurang dikenal di dunia. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sudan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedia. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese (dalam bahasa Inggris).
Pada abad ke-20, sejarah mereka sudah terjalin melalui bangkitnya nasionalisme Indonesia yang akhirnya menjadi Indonesia modern.
Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang cinta damai, selama pemerintahannya tidak melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya.
Keturunan Kerajaan Sunda sudah melahirkan kerajaan- kerajaan besar di Nusantara diantaranya Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, dll.
Kebudayaan Suku Sunda
Kebudayaan khas sunda memiliki daya tarik yang kuat bagi para wisatawan yang datang ke daerah tersebut. Beberapa kesenian dan kebudayaan yang ada di Jawa Barat
1.Pakaian Adat Suku Sunda
Dalam gaya berpakaian, masyarakat suku Sunda mengenal beberapa jenis baju adat yang didasarkan pada fungsi, umur, atau tingkatan sosial kemasyarakatan pemakainya. Berdasarkan tingkat strata sosial pemakai misalnya, pakaian adat Jawa Barat bisa dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu pakaian rakyat jelata, kaum menengah, dan para bangsawan.
a. Pakaian Adat untuk Rakyat Jelata
Bagi rakyat jelata, laki-laki Sunda pada masa silam selalu mengenakan pakaian yang sangat sederhana. Mereka mengenakan celana komprang atau pangsi yang dilengkapi dengan sabuk kulit atau kain. Sebagai atasan, baju kampret atau baju salontren yang dilengkapi sarung poleng yang diselempangkan menyilang di bahu tak pernah lepas dalam menjalani keseharian.
Pakaian adat Sunda tersebut juga akan dilengkapi dengan penutup kepala yang bernama ikat logen model hanjuang nangtung atau barangbang semplak dan alas kaki berupa tarumpah atau terompah dari kayu
Untuk para wanita, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan juga terbilang sederhana. Perlengkapan seperti sinjang kebat (kain batik panjang), beubeur (ikat pinggang), kamisol (kutang atau BH), baju kebaya, dan selendang batik adalah pilihan utama.
Sebagai riasan pelengkap, gaya pakaian tersebut juga akan disertai dengan hiasan rambut yang digelung jucung (disanggul kecil ke atas), aksesoris berupa geulang akar bahar (gelang akar bahar), ali meneng (cincin polos), suweng pelenis (giwang bundar), dan alas kaki berupa sendal keteplek (sendal jepit)
b. Pakaian Adat untuk Kaum Menengah
Beda kelas, beda pula tampilannya. Untuk mereka yang terbilang kaum menengah dalam strata sosial, pemakaian pakaian adat Jawa Barat dikhususkan dengan tambahan beberapa pernik.
Para pria selain akan memakai baju bedahan putih, kain kebat batik, alas kaki sandal tarumpah, sabuk (beubeur), dan ikat kepala, mereka juga akan mengenakan arloji rantai emas yang digantungkan di saku baju sebagai kelengkapan berbusana
Sementara untuk para wanitanya, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan adalah kebaya beraneka warna sebagai atasan, kain kebat batik beraneka corak sebagai bawahan, beubeur (ikat pinggang), selendang berwarna, alas kaki berupa selop atau kelom geulis, dan perhiasan berupa kalung, gelang, giwang, dan cincin yang terbuat dari perak atau emas.
c. Pakaian Adat untuk Bangsawan
Bagi para bangsawan atau menak, pakaian yang dipakai adalah simbol keagungan. Oleh sebab itu, dari segi desain, pakaian ini terlihat sebagai pakaian adat Jawa Barat yang paling rumit dan estetik
Bagi para pria bangsawan, pakaian adat Sunda yang mereka kenakan terdiri dari jas tutup berbahan beludru hitam yang disulam benang emas menyusuri tepi dan ujung lengan, celana panjang dengan motif sama, kain dodot motif rengreng parang rusak, benten atau sabuk emas, bendo untuk tutup kepala, dan selop hitam sebagai alas kaki. Sedangkan untuk para wanita, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan kebaya beludru hitam bersulam benang emas, kain kebat motif rereng, dan alas kaki berupa sepatu atau selop berbahan beludru hitam bersulam manik-manik.
Tak lupa beberapa pernik perhiasan juga dikenakan seperti tusuk konde emas untuk rambut yang disanggul, giwang, cincin, bros, kalung, gelang keroncong, peniti rantai, dan beberapa perhiasan lain yang terbuat dari emas bertahta berlian.
d. Baju Adat Sunda yang Resmi
Karena mempunyai beragam jenis pakaian adat, provinsi Jawa Barat kemudian membuat standar baku baju adatnya sejak beberapa dasawarsa terakhir. Pakaian adat Jawa Barat yang resmi tersebut bisa kita lihat pada acara pemilihan mojang dan jajaka yang selalu digelar setiap tahunnya. Berikut ini adalah gambar dari pakaian resmi tersebut
Para jajaka memakai jas takwa atau jas tutup dengan warna bebas (lebih sering hitam), celana panjang dengan warna yang sama, kain samping yang diikatkan di pinggang, penutup kepala berupa bendo, dan alas kaki selop. Hiasan yang dikenakan hanya berupa jam rantai yang biasanya dijepitkan pada saku jas.
Sementara untuk para mojang, mereka akan menggunakan pakaian berupa kebaya polos dengan hiasan sulam, kain kebat, beubeur (ikat pinggang), kutang (kamisol), karembong (selendang) sebagai pemanis, dan alas kaki berupa selop dengan warna sama seperti warna kebaya. Adapun untuk hiasannya yaitu tusuk konde berhias bunga untuk rambut disanggul, giwang, cincin, bros, kalung, gelang keroncong, peniti rantai, dan beberapa perhiasan lain yang terbuat dari emas bertahta berlian
e. Pakaian Pengantin Adat Sunda
Untuk keperluan upacara adat perkawinan, para pengantin adat Sunda akan mengenakan pakaian khusus yang dinamai pakaian Pengantin Sukapura.
Pakaian ini untuk mempelai pria berupa jas tutup berwarna putih yang dilengkapi ikat pinggang warna putih, kain rereng sebagai bawahan, tutup kepala bendo motif rereng pula, dan selop berwarna putih. Untuk hiasannya, kalung panjang dari bunga melati dan keris atau kujang sebagai senjata tradisionalny
Sementara untuk mempelai wanita, atasannya berupa kebaya brukat warna putih, bawahan berupa kain rereng eneng, benten atau ikat pinggang warna emas, dan alas kaki selop warna putih.
Adapun hiasannya berupa perhiasan kilat bahu, kalung panjang, gelang, bros, giwang, dan cincin, serta sanggulan rambut yang dilengkapi hiasan siger subadra lima untaian bunga sedap malam (mangle), dan tujuh buah kembang goyang
2. Rumah Adat Suku Sunda
Secara umum rumah tradisional Sunda adalah sebuah rumah panggung sama seperti rumah – rumah tradisional lainnya yang ada di Indonesia. Bentuk rumah panggung ini bertujuan untuk menghindari masalah – masalah dari lingkungan yang dapat mengancam penghuninya.
Dilihat berdasarkan bentuk atapnya, maka rumah tradisional Sunda terbagi atas beberapa ciri yang berbeda satu dengan yang lainnya:
Jolopong (sebutan untuk rumah dengan atap pelana yang betuknya memanjang)
Perahu Kumureb (sebutan untuk rumah dengan bentuk atap perisai “oleh masyarakat sunda, disebut perahu kumureb karena bentuk atap seperti perahu terbalik”).
Julang Ngapak (dikarenakan bentuk atapnya seperti sayap burung yang sedang terbang).
Badak Heuay (dikarenakan bentuk atapnya seperti seekor badak yang sedang membuka mulutnya).
Tagog Anjing (dikarenakan bentuk atapnya seperi seekor anjing yang sedang duduk).
Capit Gunting (dikarenakan bagian atas atapnya yang saling menyilang berbentuk gunting).
3. Seni Tari Suku Sunda
Tari Jaipongan , Tanah Sunda (Priangan) dikenal mempunyai aneka budaya yang unik dan menarik, Jaipongan ialah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong sebetulnya adalah tarian yang sudah moderen karena merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yakni Ketuk Tilu.Tari Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaitu Degung.
Musik ini adalah kumpulan beragam alat musik seperti Kendang, Go’ong, Saron, Kacapi, dsb. Degung bisa diibaratkan ‘Orkestra’ dalam musik Eropa/Amerika. Ciri khas dari Tari Jaipong ini ialah musiknya yang menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang, berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan. Selain tari jaipongan, ada juga seni tari merak dan tari topeng.
4. Alat Musik Khas Suku Sunda
Calung ialah alat musik Sunda yang merupakan prototipe dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung ialah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la).
Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Angklung ialah sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat dari bambu khusus yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun 1938. Ketika awal penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan kesenian local atau tradisional
Ketuk Tilu ialah suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan yang biasanya diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan penutup kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang cukup luas.
Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat tertentu atau upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan. Oleh sebab itu tari ketuk tilu ini banyak disukai masyarakat terutama di pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.
Kacapi Suling ialah salah satu jenis kesenian Sunda yang memadukan suara alunan Suling dengan Kacapi (kecapi), iramanya sangat merdu yang biasanya diiringi oleh mamaos (tembang) Sunda yang memerlukan cengkok/ alunan tingkat tinggi khas Sunda. Kacapi Suling berkembang pesat di daerah Cianjur dan kemudian menyebar kepenjuru Parahiangan Jawa Barat dan seluruh dunia.
Adat Istiadat Suku Sunda
A.Upacara Adat Masa Kehamilan
1. Upacara Mengandung Empat Bulan
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
2. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat.
Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan.
Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa.
Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok.
Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin.
Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir.
Dalam upacara ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan lainnya.
4. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting.
Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali.
Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk.
Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan.
B. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
1. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai.
Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan).
Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur.
Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
2. Upacara Nenjrag Bumi
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.
3 .Upacara Puput Puseur
Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol, menonjol ke luar.
Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan bubur merah bubur putih. Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh.
Adapun saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
4. Upacara Ekah
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam akhirat.
Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari.
Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja.
Domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
5. Upacara Nurunkeun
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah.
Upacara Nurun keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur.
Pada pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh anak-anak.
6. Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi.
Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
7. Upacara Turun Taneuh
Upacara Turun Taneuh ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke tanah, diselenggarakan setelah bayi itu agak besar, setelah dapat merangkak atau melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak mengetahui keduniawian dan untuk mengetahui akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah akan menjadi petani, pedagang, atau akan menjadi orang yang berpangkat.
Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap dari upacara Nurunkeun, selain aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk menggendong, tikar atau taplak putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung, gelang, cincin), uang yang terdiri dari uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh ribuan. Jalannya upacara, apabila para undangan telah berkumpul diadakan doa selamat, setelah itu bayi digendong dan dibawa ke luar rumah.
Di halam rumah telah dipersiapkan aneka makanan, perhiasan dan uang yang disimpan di atas kain putih, selanjutnya kaki si anak diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang, hal ini dimaksudkan agar si anak kelak pintar mencari nafkah.
Kemudian anak itu dilepaskan di atas barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para undangan memperhatikan barang apa yang pertama kali dipegangnya. Jika anak itu memegang padi, hal itu menandakan anak itu kelak menjadi petani. Jika yang dipegang itu uang, menandakan anak itu kelak menjadi saudagar/pengusaha.
Demikian pula apabila yang dipegangnya emas, menandakan anak itu kelak akan menjadi orang yang berpangkat atau mempunyai kedudukan yang terhormat.
C. Upacara Masa Kanak-kanak
1. Upacara Gusaran
Gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran ialah agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik.
Upacara Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun. Jalannya upacara, anak perempuan setelah didandani duduk di antara para undangan, selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu, setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
2. Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis . Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau masih bayi, supaya tidak malu.
Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji sunat, juga diundang para tetangga, handai tolan dan kerabat. Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh paraji sunat (bengkong), banyak orang yang menyaksikan diantaranya ada yang memegang ayam jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba.
Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela, petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh.
Mereka memberikan uang/ nyecep kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
D. Upacara Adat Perkawinan
Secara kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum akad nikah, saat akad nikah dan sesudah akad nikah
1. Upacara sebelum akad nikah
(a) Neundeun Omong : yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
(b) Ngalamar : nanyaan atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk meminang/melamar si gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu penikahannya.
Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar memberikan uang sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat, kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue & buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan disebut orang bertunangan.
(c) Seserahan: yaitu menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat terdekat, di samping menyerahkan calon pengantin pria juga barang-barang berupa uang, pakaian, perhiasan, kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini tergantung pula pada kemampuan pihak calon pengantin pria. Upacara ini dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari perkawinan atau adapula yang melaksanakan pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.
(d) Ngeuyeuk Seureuh: artinya mengerjakan dan mengatur sirih serta mengait-ngaitkannya. Upacara ini dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, yang menghadiri upacara ini adalah kedua calon pengantin, orang tua calon pengantin dan para undangan yang telah dewasa. Upacara dipimpin oleh seorang pengetua, benda perlengkapan untuk upacara ini seperti sirih beranting, setandan buah pinang, mayang pinang, tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll semuanya mengandung makna/perlambang dalam kehidupan berumah tangga. Upacara ngeuyeuk seureuh dimaksudkan untuk menasihati kedua calon mempelai tentang pandangan hidup dan cara menjalankan kehidupan berumah tangga berdasarkan etika dan agama, agar bahagia dan selamat. Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah ijab kabul atau akad nikah .
2. Upacara Adat Akad Nikah
Upacara perkawinan dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam agama Islam dan adat. Ketentuan tersebut adalah: adanya keinginan dari kedua calon mempelai tanpa paksaan, harus ada wali nikah yaitu ayah calon mempelai perempuan atau wakilnya yang sah, ada ijab kabul, ada saksi dan ada mas kawin. Yang memimpin pelaksanaan akad nikah adalah seorang Penghulu atau Naib, yaitu pejabat Kantor Urusan Agama.
Upacara akad nikah biasa dilaksanakan di Mesjid atau di rumah mempelai wanita. Adapun pelaksanaannya adalah kedua mempelai duduk bersanding diapit oleh orang tua kedua mempelai, mereka duduk berhadapan dengan penghulu yang di kanan kirinya didampingi oleh 2 orang saksi dan para undangan duduk berkeliling. Yang mengawinkan harus wali dari mempelai perempuan atau mewakilkan kepada penghulu.
Kalimat menikahkan dari penghulu disebut ijab, sedang sambutan dari mempelai pria disebut qobul (kabul). Setelah dilakukan ijab-qobul dengan baik selanjutnya mempelai pria membacakan talek, yang bermakna ‘janji’ dan menandatangani surat nikah. Upacara diakhiri dengan penyerahan mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita.
3. Upacara Adat sesudah akad nikah
a) Munjungan/sungkeman : yaitu kedua mempelai sungkem kepada kedua orang tua mempelai untuk memohon do’a restu.
b) Upacara Sawer (Nyawer): perlengkapan yang diperlukan adalah sebuah bokor yang berisi beras kuning, uang kecil (receh) /logam, bunga, dua buah tektek (lipatan sirih yang berisi ramuan untuk menyirih), dan permen.
Pada pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman rumah di bawah cucuran atap (panyaweran), upacara dipimpin oleh juru sawer. Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada kedua pengantin dan para undangan sebagai selingan dari syair yang dinyanyikan olehnya sendiri.
Adapun makna dari upacara nyawer tersurat dalam syair yang ditembangkan juru sawer, intinya adalah memberikan nasehat kepada kedua mempelai agar saling mengasihani, dan mendo’akan agar kedua mempelai mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam membina rumah tangganya, hidup rukun sampai diakhir hayatnya.
c) Upacara Nincak Endog : atau upacara injak telur yaitu setelah upacara nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah , di sana telah tersedia perlengkapan seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan 7 batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang.
Dalam pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai wanita membakar ujung harupat selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai wanita dan kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini adalah menggambarkan pengabdian seorang istri kepada suaminya.
d) Upacara Buka Pintu : upacara ini dilaksanakan setelah upacara nincak endog, mempelai wanita masuk ke dalam rumah sedangkan mempelai pria menunggu di luar, hal ini menunjukan bahwa mempelai wanita belum mau membukakan pintu sebelum mempelai pria kedengaran mengucapkan sahadat.
Maksud upacara ini untuk meyakinkan kebenarannya beragama Islam. Setelah membacakan sahadat pintu dibuka dan mempelai pria dipersilakan masuk. Tanya jawab antara keduanya dilakukan dengan nyanyian (tembang) yang dilakukan oleh juru tembang.
e) Upacara Huap Lingkung : Kedua mempelai duduk bersanding, yang wanita di sebelah kiri pria, di depan mempelai telah tersedia adep-adep yaitu nasi kuning dan bakakak ayam (panggang ayam yang bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula bakakak ayam dipegang kedua mempelai lalu saling tarik menarik hingga menjadi dua. Siapa yang mendapatkan bagian terbesar dialah yang akan memperoleh rejeki besar diantara keduanya. Setelah itu kedua mempelai huap lingkung , saling menyuapi. Upacara ini dimaksudkan agar kedua mempelai harus saling memberi tanpa batas, dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati. Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para undangan (acara resepsi).
E. Upacara Adat Kematian
Pada garis besarnya rangkaian upacara adat kematian dapat digambarkan sebagai berikut: memandikan mayat, mengkafani mayat, menyolatkan mayat, menguburkan mayat, menyusur tanah dan tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan zikir kepada Allah swt. agar arwah orang yang baru meninggal dunia itu diampuni segala dosanya dan diterima amal ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang ditinggalkannya tetap tabah dan beriman dalam menghadapi cobaan.
Tahlilan dilaksanakan di rumahnya, biasanya sore/malam hari pada hari pertama wafatnya (poena), tiluna (tiga harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat puluh harinya), natus (seratus hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu (seribu harinya).
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat sunda kaya akan adat istiadat dan tradisi berupa upacara-upacara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat dalam memperingati suatu momen. Upacara tersebut juga bisa sebagai rasa syukur terhadap Tuhan atas karunia dan nikmatNya. Karena kebanyakan dari mereka percaya bila tidak diadakan upacara-upacara tersebut maka akan pamali atau segala sesuatu yang dianggap tabu bila tidak dikerjakan.
Tradisi masyarakat sunda cenderung turun temurun dari nenek moyang hingga ke cicit-cicitnya. mereka mengenalkan tradisi tersebut dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Namun untuk masyarakat pedesaan umumnya tradisi tersebut sangat kuat daripada masyarakat perkotaan. Hal ini dikarenakan masyarakat perkotaan lebih terbuka terhadap hal-hal baru yang bisa mengubah tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang turun temurun
Sistem Kepercayaan Suku Sunda
Hampir semua orang Sunda beragama Islam. Hanya sebagian kecil yang tidak beragama Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten Tetapi juga ada yang beragama Katolik, Kristen, Hindu, Budha. Selatan. Praktek-praktek sinkretisme dan mistik masih dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan untuk memelihara keseimbangan alam semesta.Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong royong).
Hal yang menarik dalam kepercayaan Sunda, ialah lakon pantun Lutung Kasarung, salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang Tunggal (Guriang Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil diriNya ke dalam dunia untuk memelihara kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut Dewata). Ini mungkin dapat menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan Kabar Baik kepada mereka.
Sistem Kekerabatan Suku Sunda
Sistem kekerabatan masyarakat Sunda ialah bilateral (garis keturunan ayah ataupun ibu). Sistem kekerabatan dan perkawinan dilakukan secara Islam. Bentuk keluarga yang terkenal ialah keluarga batih, yakni suami, istri, dan anak-anak.
Di Sunda mengenal tujuh generasi ke atas dan ke bawah sebagai berikut.
Tujuh generasi ke atas: kolot, embah, buyut, bao, jangga wareng, udeg-udeg, dan gantung siwur.
Tujuh generasi ke bawah: anak, incu, buyut, bao, jangga wareng, udeg-udeg, dan gantung siwur.
Bahasa Suku Sunda
Bahasa yang dipakai oleh suku ini ialah bahasa Sunda. Bahasa Sunda ialah bahasa yang diciptakan dan dipakai sebagai alat komunikasi oleh Suku Sunda, dan sebagai alat pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda itu sendiri. Selain itu bahasa Sunda adalah bagian dari budaya yang memberi karakter yang khas sebagai identitas Suku Sunda yang merupakan salah satu Suku dari beberapa Suku yang ada di Indonesia.
Makanan Khas Suku Sunda
Sunda adalah salah satu bagian dari suku – suku yang ada di Indonesia. Mayoritas daerah sunda di daerah banten dan jawa barat, sebagai mana daerah – daerah lain daerah sunda juga memiliki makanan khas tersendiri.
1. Balok menes
Mungkin bagi anda yang belum tahu, sekilas seusdah mendengar nama balok terbayang kayu balok yang keras. Tapi balok di sini berbeda, karena nama balok di sini ialah makanan khas dari sunda.
Balok menes adalah makana khas dari daerah sunda yang ada di daerah menes pandeglang banten. Balok menes sendiri terbuat dari singkong dan parutan kelapa yang sudah di jadikan serundeng. Kue balok ini ada dua macam, yaitu balok cioda dan balok menes.
2. Peuyeum Bandung
Peuyeum dalam bahasa Indonesia di sebut tape, peuyeum Bandung adalah tape khas Bandung yang bisa menggoyang lidah anda bila anda mencicipinya. Peuyeum atau tape adalah makanan khas yang terbuat dari singkong yang di kukus lalu di dinginkan sesudah itu di taburi ragi khusus dan di peuyeum (di imbuh) hingga berpermentasi menjadi tape.
3. Nasi Tutug Oncom
Nasi tutug oncom adalah nasi khas dari daerah sunda, tepatnya di daerah tasikmalaya. Nasi tutug oncom adalah nasi yangdi campur oncom yag di goring atau di bakar. Seperti namanya preoses pencampuran nasi dengan cara di tumbuk hingga di kenal dengan nama nasi tutug.
4. Sorabi Hijau
Sorabi hijau adalah makanan khas sunda yang ada di Rengasdengklok Karawang. Serabi hijau ini berbeda dengan serabi – serabi lainnya, bahan pembuatannya juga sedikit berbeda yang di tambahi daun suji. serabi hijau lebih nikmat bila ditemani secangkir kopi hangat.
Demikian Keunikan Sejarah Adat Istiadat Budaya Suku Sunda Daerah Jawa Barat , semoga informasi seputar Adat Istiadat Suku Sunda Jawa Barat ini bermanfaat, jangan lupa share di google plus dan berkomentar dan berkunjung kembali
Suku Sunda memiliki populasi dengan jumlah 65% penduduk Jawa Barat secara keseluruhan selain ada juga Suku Jawa , batak dan lainnya dijumpai di daerah bagian utara Jawa Barat.
Ragam Adat Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan
bagi bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan. Keunikan Sejarah Adat Istiadat Budaya Suku Sunda Daerah Jawa Barat adalah aset sumber devisa bagi negara yang bisa mendatangkan sumber pendapatan bagi negera dengan berbagai objek wisata.
Sejarah suku Sunda
Kerajaan Sunda muncul pada abad ke- 8 sebagai lanjutan atau penerus kerajaan Tarumanegara. Pusat kerajaannya berada disekitar Bogor, sekarang. Sejarah Sunda mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk kekuasaan kompeni Belanda sejak 1610 dan dari arah pedalaman sebelah timur masuk kekuasaan Mataram sejak 1625
Menurut RW. Van Bemelan pada tahun 1949, Sunda merupakan sebuah istilah yang dipakai untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah India timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamai Sahul. Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia.
Yaitu berasal dan bertempat tinggal di Jawa Barat. Daerah yang juga sering disebut dengan Tanah Pasundan atau Tatar Sunda.
Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah kurang lebih 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat dan sekitar 1 juta jiwa hidup di provinsi lain. Dari antara mereka, penduduk kota mencapai 34,51%, suatu jumlah yang cukup berarti yang bisa dijangkau dengan berbagai media.
Kendatipun demikian, suku Sunda ialah salah satu kelompok orang yang paling kurang dikenal di dunia. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sudan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedia. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese (dalam bahasa Inggris).
Pada abad ke-20, sejarah mereka sudah terjalin melalui bangkitnya nasionalisme Indonesia yang akhirnya menjadi Indonesia modern.
Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang cinta damai, selama pemerintahannya tidak melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya.
Keturunan Kerajaan Sunda sudah melahirkan kerajaan- kerajaan besar di Nusantara diantaranya Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, dll.
Kebudayaan Suku Sunda
Kebudayaan khas sunda memiliki daya tarik yang kuat bagi para wisatawan yang datang ke daerah tersebut. Beberapa kesenian dan kebudayaan yang ada di Jawa Barat
1.Pakaian Adat Suku Sunda
Dalam gaya berpakaian, masyarakat suku Sunda mengenal beberapa jenis baju adat yang didasarkan pada fungsi, umur, atau tingkatan sosial kemasyarakatan pemakainya. Berdasarkan tingkat strata sosial pemakai misalnya, pakaian adat Jawa Barat bisa dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu pakaian rakyat jelata, kaum menengah, dan para bangsawan.
a. Pakaian Adat untuk Rakyat Jelata
Bagi rakyat jelata, laki-laki Sunda pada masa silam selalu mengenakan pakaian yang sangat sederhana. Mereka mengenakan celana komprang atau pangsi yang dilengkapi dengan sabuk kulit atau kain. Sebagai atasan, baju kampret atau baju salontren yang dilengkapi sarung poleng yang diselempangkan menyilang di bahu tak pernah lepas dalam menjalani keseharian.
Pakaian adat Sunda tersebut juga akan dilengkapi dengan penutup kepala yang bernama ikat logen model hanjuang nangtung atau barangbang semplak dan alas kaki berupa tarumpah atau terompah dari kayu
Untuk para wanita, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan juga terbilang sederhana. Perlengkapan seperti sinjang kebat (kain batik panjang), beubeur (ikat pinggang), kamisol (kutang atau BH), baju kebaya, dan selendang batik adalah pilihan utama.
Sebagai riasan pelengkap, gaya pakaian tersebut juga akan disertai dengan hiasan rambut yang digelung jucung (disanggul kecil ke atas), aksesoris berupa geulang akar bahar (gelang akar bahar), ali meneng (cincin polos), suweng pelenis (giwang bundar), dan alas kaki berupa sendal keteplek (sendal jepit)
b. Pakaian Adat untuk Kaum Menengah
Beda kelas, beda pula tampilannya. Untuk mereka yang terbilang kaum menengah dalam strata sosial, pemakaian pakaian adat Jawa Barat dikhususkan dengan tambahan beberapa pernik.
Para pria selain akan memakai baju bedahan putih, kain kebat batik, alas kaki sandal tarumpah, sabuk (beubeur), dan ikat kepala, mereka juga akan mengenakan arloji rantai emas yang digantungkan di saku baju sebagai kelengkapan berbusana
Sementara untuk para wanitanya, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan adalah kebaya beraneka warna sebagai atasan, kain kebat batik beraneka corak sebagai bawahan, beubeur (ikat pinggang), selendang berwarna, alas kaki berupa selop atau kelom geulis, dan perhiasan berupa kalung, gelang, giwang, dan cincin yang terbuat dari perak atau emas.
c. Pakaian Adat untuk Bangsawan
Bagi para bangsawan atau menak, pakaian yang dipakai adalah simbol keagungan. Oleh sebab itu, dari segi desain, pakaian ini terlihat sebagai pakaian adat Jawa Barat yang paling rumit dan estetik
Bagi para pria bangsawan, pakaian adat Sunda yang mereka kenakan terdiri dari jas tutup berbahan beludru hitam yang disulam benang emas menyusuri tepi dan ujung lengan, celana panjang dengan motif sama, kain dodot motif rengreng parang rusak, benten atau sabuk emas, bendo untuk tutup kepala, dan selop hitam sebagai alas kaki. Sedangkan untuk para wanita, pakaian adat Jawa Barat yang dikenakan kebaya beludru hitam bersulam benang emas, kain kebat motif rereng, dan alas kaki berupa sepatu atau selop berbahan beludru hitam bersulam manik-manik.
Tak lupa beberapa pernik perhiasan juga dikenakan seperti tusuk konde emas untuk rambut yang disanggul, giwang, cincin, bros, kalung, gelang keroncong, peniti rantai, dan beberapa perhiasan lain yang terbuat dari emas bertahta berlian.
d. Baju Adat Sunda yang Resmi
Karena mempunyai beragam jenis pakaian adat, provinsi Jawa Barat kemudian membuat standar baku baju adatnya sejak beberapa dasawarsa terakhir. Pakaian adat Jawa Barat yang resmi tersebut bisa kita lihat pada acara pemilihan mojang dan jajaka yang selalu digelar setiap tahunnya. Berikut ini adalah gambar dari pakaian resmi tersebut
Para jajaka memakai jas takwa atau jas tutup dengan warna bebas (lebih sering hitam), celana panjang dengan warna yang sama, kain samping yang diikatkan di pinggang, penutup kepala berupa bendo, dan alas kaki selop. Hiasan yang dikenakan hanya berupa jam rantai yang biasanya dijepitkan pada saku jas.
Sementara untuk para mojang, mereka akan menggunakan pakaian berupa kebaya polos dengan hiasan sulam, kain kebat, beubeur (ikat pinggang), kutang (kamisol), karembong (selendang) sebagai pemanis, dan alas kaki berupa selop dengan warna sama seperti warna kebaya. Adapun untuk hiasannya yaitu tusuk konde berhias bunga untuk rambut disanggul, giwang, cincin, bros, kalung, gelang keroncong, peniti rantai, dan beberapa perhiasan lain yang terbuat dari emas bertahta berlian
e. Pakaian Pengantin Adat Sunda
Untuk keperluan upacara adat perkawinan, para pengantin adat Sunda akan mengenakan pakaian khusus yang dinamai pakaian Pengantin Sukapura.
Pakaian ini untuk mempelai pria berupa jas tutup berwarna putih yang dilengkapi ikat pinggang warna putih, kain rereng sebagai bawahan, tutup kepala bendo motif rereng pula, dan selop berwarna putih. Untuk hiasannya, kalung panjang dari bunga melati dan keris atau kujang sebagai senjata tradisionalny
Sementara untuk mempelai wanita, atasannya berupa kebaya brukat warna putih, bawahan berupa kain rereng eneng, benten atau ikat pinggang warna emas, dan alas kaki selop warna putih.
Adapun hiasannya berupa perhiasan kilat bahu, kalung panjang, gelang, bros, giwang, dan cincin, serta sanggulan rambut yang dilengkapi hiasan siger subadra lima untaian bunga sedap malam (mangle), dan tujuh buah kembang goyang
2. Rumah Adat Suku Sunda
Secara umum rumah tradisional Sunda adalah sebuah rumah panggung sama seperti rumah – rumah tradisional lainnya yang ada di Indonesia. Bentuk rumah panggung ini bertujuan untuk menghindari masalah – masalah dari lingkungan yang dapat mengancam penghuninya.
Dilihat berdasarkan bentuk atapnya, maka rumah tradisional Sunda terbagi atas beberapa ciri yang berbeda satu dengan yang lainnya:
Jolopong (sebutan untuk rumah dengan atap pelana yang betuknya memanjang)
Perahu Kumureb (sebutan untuk rumah dengan bentuk atap perisai “oleh masyarakat sunda, disebut perahu kumureb karena bentuk atap seperti perahu terbalik”).
Julang Ngapak (dikarenakan bentuk atapnya seperti sayap burung yang sedang terbang).
Badak Heuay (dikarenakan bentuk atapnya seperti seekor badak yang sedang membuka mulutnya).
Tagog Anjing (dikarenakan bentuk atapnya seperi seekor anjing yang sedang duduk).
Capit Gunting (dikarenakan bagian atas atapnya yang saling menyilang berbentuk gunting).
3. Seni Tari Suku Sunda
Tari Jaipongan , Tanah Sunda (Priangan) dikenal mempunyai aneka budaya yang unik dan menarik, Jaipongan ialah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong sebetulnya adalah tarian yang sudah moderen karena merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yakni Ketuk Tilu.Tari Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaitu Degung.
Musik ini adalah kumpulan beragam alat musik seperti Kendang, Go’ong, Saron, Kacapi, dsb. Degung bisa diibaratkan ‘Orkestra’ dalam musik Eropa/Amerika. Ciri khas dari Tari Jaipong ini ialah musiknya yang menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang, berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan. Selain tari jaipongan, ada juga seni tari merak dan tari topeng.
4. Alat Musik Khas Suku Sunda
Calung ialah alat musik Sunda yang merupakan prototipe dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung ialah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la).
Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Angklung ialah sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat dari bambu khusus yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun 1938. Ketika awal penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan kesenian local atau tradisional
Ketuk Tilu ialah suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan yang biasanya diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan penutup kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang cukup luas.
Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat tertentu atau upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan. Oleh sebab itu tari ketuk tilu ini banyak disukai masyarakat terutama di pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.
Kacapi Suling ialah salah satu jenis kesenian Sunda yang memadukan suara alunan Suling dengan Kacapi (kecapi), iramanya sangat merdu yang biasanya diiringi oleh mamaos (tembang) Sunda yang memerlukan cengkok/ alunan tingkat tinggi khas Sunda. Kacapi Suling berkembang pesat di daerah Cianjur dan kemudian menyebar kepenjuru Parahiangan Jawa Barat dan seluruh dunia.
Adat Istiadat Suku Sunda
A.Upacara Adat Masa Kehamilan
1. Upacara Mengandung Empat Bulan
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
2. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat.
Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan.
Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa.
Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok.
Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin.
Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir.
Dalam upacara ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan lainnya.
4. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting.
Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali.
Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk.
Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan.
B. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
1. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai.
Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan).
Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur.
Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
2. Upacara Nenjrag Bumi
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.
3 .Upacara Puput Puseur
Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol, menonjol ke luar.
Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan bubur merah bubur putih. Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh.
Adapun saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
4. Upacara Ekah
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam akhirat.
Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari.
Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja.
Domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
5. Upacara Nurunkeun
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah.
Upacara Nurun keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur.
Pada pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh anak-anak.
6. Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi.
Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
7. Upacara Turun Taneuh
Upacara Turun Taneuh ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke tanah, diselenggarakan setelah bayi itu agak besar, setelah dapat merangkak atau melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak mengetahui keduniawian dan untuk mengetahui akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah akan menjadi petani, pedagang, atau akan menjadi orang yang berpangkat.
Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap dari upacara Nurunkeun, selain aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk menggendong, tikar atau taplak putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung, gelang, cincin), uang yang terdiri dari uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh ribuan. Jalannya upacara, apabila para undangan telah berkumpul diadakan doa selamat, setelah itu bayi digendong dan dibawa ke luar rumah.
Di halam rumah telah dipersiapkan aneka makanan, perhiasan dan uang yang disimpan di atas kain putih, selanjutnya kaki si anak diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang, hal ini dimaksudkan agar si anak kelak pintar mencari nafkah.
Kemudian anak itu dilepaskan di atas barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para undangan memperhatikan barang apa yang pertama kali dipegangnya. Jika anak itu memegang padi, hal itu menandakan anak itu kelak menjadi petani. Jika yang dipegang itu uang, menandakan anak itu kelak menjadi saudagar/pengusaha.
Demikian pula apabila yang dipegangnya emas, menandakan anak itu kelak akan menjadi orang yang berpangkat atau mempunyai kedudukan yang terhormat.
C. Upacara Masa Kanak-kanak
1. Upacara Gusaran
Gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran ialah agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik.
Upacara Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun. Jalannya upacara, anak perempuan setelah didandani duduk di antara para undangan, selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu, setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
2. Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis . Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau masih bayi, supaya tidak malu.
Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji sunat, juga diundang para tetangga, handai tolan dan kerabat. Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh paraji sunat (bengkong), banyak orang yang menyaksikan diantaranya ada yang memegang ayam jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba.
Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela, petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh.
Mereka memberikan uang/ nyecep kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
D. Upacara Adat Perkawinan
Secara kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum akad nikah, saat akad nikah dan sesudah akad nikah
1. Upacara sebelum akad nikah
(a) Neundeun Omong : yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
(b) Ngalamar : nanyaan atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk meminang/melamar si gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu penikahannya.
Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar memberikan uang sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat, kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue & buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan disebut orang bertunangan.
(c) Seserahan: yaitu menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat terdekat, di samping menyerahkan calon pengantin pria juga barang-barang berupa uang, pakaian, perhiasan, kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini tergantung pula pada kemampuan pihak calon pengantin pria. Upacara ini dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari perkawinan atau adapula yang melaksanakan pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.
(d) Ngeuyeuk Seureuh: artinya mengerjakan dan mengatur sirih serta mengait-ngaitkannya. Upacara ini dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, yang menghadiri upacara ini adalah kedua calon pengantin, orang tua calon pengantin dan para undangan yang telah dewasa. Upacara dipimpin oleh seorang pengetua, benda perlengkapan untuk upacara ini seperti sirih beranting, setandan buah pinang, mayang pinang, tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll semuanya mengandung makna/perlambang dalam kehidupan berumah tangga. Upacara ngeuyeuk seureuh dimaksudkan untuk menasihati kedua calon mempelai tentang pandangan hidup dan cara menjalankan kehidupan berumah tangga berdasarkan etika dan agama, agar bahagia dan selamat. Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah ijab kabul atau akad nikah .
2. Upacara Adat Akad Nikah
Upacara perkawinan dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam agama Islam dan adat. Ketentuan tersebut adalah: adanya keinginan dari kedua calon mempelai tanpa paksaan, harus ada wali nikah yaitu ayah calon mempelai perempuan atau wakilnya yang sah, ada ijab kabul, ada saksi dan ada mas kawin. Yang memimpin pelaksanaan akad nikah adalah seorang Penghulu atau Naib, yaitu pejabat Kantor Urusan Agama.
Upacara akad nikah biasa dilaksanakan di Mesjid atau di rumah mempelai wanita. Adapun pelaksanaannya adalah kedua mempelai duduk bersanding diapit oleh orang tua kedua mempelai, mereka duduk berhadapan dengan penghulu yang di kanan kirinya didampingi oleh 2 orang saksi dan para undangan duduk berkeliling. Yang mengawinkan harus wali dari mempelai perempuan atau mewakilkan kepada penghulu.
Kalimat menikahkan dari penghulu disebut ijab, sedang sambutan dari mempelai pria disebut qobul (kabul). Setelah dilakukan ijab-qobul dengan baik selanjutnya mempelai pria membacakan talek, yang bermakna ‘janji’ dan menandatangani surat nikah. Upacara diakhiri dengan penyerahan mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita.
3. Upacara Adat sesudah akad nikah
a) Munjungan/sungkeman : yaitu kedua mempelai sungkem kepada kedua orang tua mempelai untuk memohon do’a restu.
b) Upacara Sawer (Nyawer): perlengkapan yang diperlukan adalah sebuah bokor yang berisi beras kuning, uang kecil (receh) /logam, bunga, dua buah tektek (lipatan sirih yang berisi ramuan untuk menyirih), dan permen.
Pada pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman rumah di bawah cucuran atap (panyaweran), upacara dipimpin oleh juru sawer. Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada kedua pengantin dan para undangan sebagai selingan dari syair yang dinyanyikan olehnya sendiri.
Adapun makna dari upacara nyawer tersurat dalam syair yang ditembangkan juru sawer, intinya adalah memberikan nasehat kepada kedua mempelai agar saling mengasihani, dan mendo’akan agar kedua mempelai mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam membina rumah tangganya, hidup rukun sampai diakhir hayatnya.
c) Upacara Nincak Endog : atau upacara injak telur yaitu setelah upacara nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah , di sana telah tersedia perlengkapan seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan 7 batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang.
Dalam pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai wanita membakar ujung harupat selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai wanita dan kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini adalah menggambarkan pengabdian seorang istri kepada suaminya.
d) Upacara Buka Pintu : upacara ini dilaksanakan setelah upacara nincak endog, mempelai wanita masuk ke dalam rumah sedangkan mempelai pria menunggu di luar, hal ini menunjukan bahwa mempelai wanita belum mau membukakan pintu sebelum mempelai pria kedengaran mengucapkan sahadat.
Maksud upacara ini untuk meyakinkan kebenarannya beragama Islam. Setelah membacakan sahadat pintu dibuka dan mempelai pria dipersilakan masuk. Tanya jawab antara keduanya dilakukan dengan nyanyian (tembang) yang dilakukan oleh juru tembang.
e) Upacara Huap Lingkung : Kedua mempelai duduk bersanding, yang wanita di sebelah kiri pria, di depan mempelai telah tersedia adep-adep yaitu nasi kuning dan bakakak ayam (panggang ayam yang bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula bakakak ayam dipegang kedua mempelai lalu saling tarik menarik hingga menjadi dua. Siapa yang mendapatkan bagian terbesar dialah yang akan memperoleh rejeki besar diantara keduanya. Setelah itu kedua mempelai huap lingkung , saling menyuapi. Upacara ini dimaksudkan agar kedua mempelai harus saling memberi tanpa batas, dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati. Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para undangan (acara resepsi).
E. Upacara Adat Kematian
Pada garis besarnya rangkaian upacara adat kematian dapat digambarkan sebagai berikut: memandikan mayat, mengkafani mayat, menyolatkan mayat, menguburkan mayat, menyusur tanah dan tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan zikir kepada Allah swt. agar arwah orang yang baru meninggal dunia itu diampuni segala dosanya dan diterima amal ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang ditinggalkannya tetap tabah dan beriman dalam menghadapi cobaan.
Tahlilan dilaksanakan di rumahnya, biasanya sore/malam hari pada hari pertama wafatnya (poena), tiluna (tiga harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat puluh harinya), natus (seratus hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu (seribu harinya).
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat sunda kaya akan adat istiadat dan tradisi berupa upacara-upacara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat dalam memperingati suatu momen. Upacara tersebut juga bisa sebagai rasa syukur terhadap Tuhan atas karunia dan nikmatNya. Karena kebanyakan dari mereka percaya bila tidak diadakan upacara-upacara tersebut maka akan pamali atau segala sesuatu yang dianggap tabu bila tidak dikerjakan.
Tradisi masyarakat sunda cenderung turun temurun dari nenek moyang hingga ke cicit-cicitnya. mereka mengenalkan tradisi tersebut dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Namun untuk masyarakat pedesaan umumnya tradisi tersebut sangat kuat daripada masyarakat perkotaan. Hal ini dikarenakan masyarakat perkotaan lebih terbuka terhadap hal-hal baru yang bisa mengubah tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang turun temurun
Sistem Kepercayaan Suku Sunda
Hampir semua orang Sunda beragama Islam. Hanya sebagian kecil yang tidak beragama Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten Tetapi juga ada yang beragama Katolik, Kristen, Hindu, Budha. Selatan. Praktek-praktek sinkretisme dan mistik masih dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan untuk memelihara keseimbangan alam semesta.Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong royong).
Hal yang menarik dalam kepercayaan Sunda, ialah lakon pantun Lutung Kasarung, salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang Tunggal (Guriang Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil diriNya ke dalam dunia untuk memelihara kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut Dewata). Ini mungkin dapat menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan Kabar Baik kepada mereka.
Sistem Kekerabatan Suku Sunda
Sistem kekerabatan masyarakat Sunda ialah bilateral (garis keturunan ayah ataupun ibu). Sistem kekerabatan dan perkawinan dilakukan secara Islam. Bentuk keluarga yang terkenal ialah keluarga batih, yakni suami, istri, dan anak-anak.
Di Sunda mengenal tujuh generasi ke atas dan ke bawah sebagai berikut.
Tujuh generasi ke atas: kolot, embah, buyut, bao, jangga wareng, udeg-udeg, dan gantung siwur.
Tujuh generasi ke bawah: anak, incu, buyut, bao, jangga wareng, udeg-udeg, dan gantung siwur.
Bahasa Suku Sunda
Bahasa yang dipakai oleh suku ini ialah bahasa Sunda. Bahasa Sunda ialah bahasa yang diciptakan dan dipakai sebagai alat komunikasi oleh Suku Sunda, dan sebagai alat pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda itu sendiri. Selain itu bahasa Sunda adalah bagian dari budaya yang memberi karakter yang khas sebagai identitas Suku Sunda yang merupakan salah satu Suku dari beberapa Suku yang ada di Indonesia.
Makanan Khas Suku Sunda
Sunda adalah salah satu bagian dari suku – suku yang ada di Indonesia. Mayoritas daerah sunda di daerah banten dan jawa barat, sebagai mana daerah – daerah lain daerah sunda juga memiliki makanan khas tersendiri.
1. Balok menes
Mungkin bagi anda yang belum tahu, sekilas seusdah mendengar nama balok terbayang kayu balok yang keras. Tapi balok di sini berbeda, karena nama balok di sini ialah makanan khas dari sunda.
Balok menes adalah makana khas dari daerah sunda yang ada di daerah menes pandeglang banten. Balok menes sendiri terbuat dari singkong dan parutan kelapa yang sudah di jadikan serundeng. Kue balok ini ada dua macam, yaitu balok cioda dan balok menes.
2. Peuyeum Bandung
Peuyeum dalam bahasa Indonesia di sebut tape, peuyeum Bandung adalah tape khas Bandung yang bisa menggoyang lidah anda bila anda mencicipinya. Peuyeum atau tape adalah makanan khas yang terbuat dari singkong yang di kukus lalu di dinginkan sesudah itu di taburi ragi khusus dan di peuyeum (di imbuh) hingga berpermentasi menjadi tape.
3. Nasi Tutug Oncom
Nasi tutug oncom adalah nasi khas dari daerah sunda, tepatnya di daerah tasikmalaya. Nasi tutug oncom adalah nasi yangdi campur oncom yag di goring atau di bakar. Seperti namanya preoses pencampuran nasi dengan cara di tumbuk hingga di kenal dengan nama nasi tutug.
4. Sorabi Hijau
Sorabi hijau adalah makanan khas sunda yang ada di Rengasdengklok Karawang. Serabi hijau ini berbeda dengan serabi – serabi lainnya, bahan pembuatannya juga sedikit berbeda yang di tambahi daun suji. serabi hijau lebih nikmat bila ditemani secangkir kopi hangat.
Demikian Keunikan Sejarah Adat Istiadat Budaya Suku Sunda Daerah Jawa Barat , semoga informasi seputar Adat Istiadat Suku Sunda Jawa Barat ini bermanfaat, jangan lupa share di google plus dan berkomentar dan berkunjung kembali
Baca Juga Artikel