Keunikan Sejarah Budaya Adat Istiadat Suku Batak berasal dari Daerah Sumatera Utara
Keunikan Sejarah Budaya Adat Istiadat Suku Batak berasal dari Daerah Sumatera Utara
Adat Istiadat Suku Batak Sumatera Utara - Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku Batak terdiri dari beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara.
Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah:Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Sejarah Suku Batak
Menurut sejarah, kakek moyang suku bangsa batak pada mulanya berdiam disekitar danau toba. Perkampungan leluhur batak (siraja batak) adalah Sianjur mula-mula, di kaki gunung Pusut Buhit (Hutagalung, 1926, Yeps, 1932, Vergouwen, 1964 dalam Purba, 1996: 1), tidak berada jauh dari kota Pangururan sekarang.
Dari tempat inilah keturunanya menyebar, mula-mula ke daerah sekitarnya dan lambat laun ke seluruh penjuru tanah Batak, Joustra (1926: 5 dalam Purba 1) menyebutkan bahwa Tanah Batak (de Bataklanden) tersebut berada diantara 0,5-3,5 Lintang Utara dan 97,5-100 Bujur Timur dengan luas wilayah 50.000 km . selama beberapa abad lamanya , pergaulan mereka dengan suku-suku bangsa Indonesia lainnya sangat terbatas, sehingga baru kemudian hari terdapat keanekaragaman dalam suku bangsa tersebut.
Masuknya pengaruh dunia luar terhadap masyarakat batak antara lain melalui perdagangan. Bandar Barus sebagai pelabuhan ekspor kapur barus dan kemenyan menjadi terkenal di dunia sampai ke Eropah. Melalui Barus inilah kebudayaan asing mulai mempengaruhi kebudayaan Batak (Siahaan, 1964 dalam Purba, 1996:1).
Selain dari barus ada juga yang datang dari sebelah selatan Tapanuli dan Pantai Timur Sumatera. Pada waktu itu orang Batak masih menganut agama suku dan system pemerintahanya bersifat kerajaan demokratis. Setiap kampung (huta) merupakan kerajaan kecil yang berdiri sendiri dan rajanya dipilih sendiri oleh rakyatnya.
Di atas kerajaan-kerajaan ada Raja Sisingamangaraja sebagai pengikat yang merupakan kepala kerohanian dan keduniawian. Selain sebagai tali pengikat, Sisingamangaraja merupakan lambang persatuan lambang persatuan, dan dipuja sebagai dewa.
Masyarakat hidup dalam rasa kekeluargaan dan untuk melakukan sesaji dilaksanakan melalui musyawarah. Rasa kekeluargaan dalam satu kampung tumbuh dengan erat, solidaritas terpupuk terus dan silsilah dapat dipelihara dengan baik ,(Purba, 1996: 2).
Perjumpaan dengan agama Kristen dan peradaban Barat membawa berbagai kemajuan bagi penduduk daerah Tanah Batak bagian Utara. Kedatangan Missioner Jerman ke Tanah Batak khususnya Dr. I.L. Nommensen yang diutus oleh Rheinische Missionsgesellschshaft (RMG) mempunyai peranan sentral terhadap perkembangan social suku Batak. Nommensen memulai pekerjaanya dari luar daerah Tapanuli Utara, kemudian memilih rura silindung sebagai basisnya, pada saat mana Sisingamangaraja XI yang bermarkas di Bakara menjadi raja dan lambang persatuan di Tanah Batak.
Dalam perjalananya dari Bungabondar de Silindung, Nommensen beristirahat di daerah antara Pansurnapitu dan Lumbanbaringin. Beliau tertegun melihat Rura Silindung yang indah permai itu, daerahnya cukup luas dengan persawahan yang terbentang hingga ke Sipoholon.
Sifat Suku Batak Toba
Batak adalah suku yang ada dinumi khatulistiwa ini. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah : Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Pakpak, Batak Simalungun dan Batak Angkola. Mayoritas orang Batak beragama Kristen. Ras Batak yang banyak beragama Islam adalah Batak Mandailing dan Batak Angkola. Ini disebabkan karena pada awal abad ke 19 semasa Perang Paderi pasukan Minangkabau menyerang Tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola
Seperti layaknya suku bangsa lain di tanah air yang kaya raya ini, orang Batak pun memiliki kelebihan dan kekurangan. Meskipun kelebihan dan kekurangan ini sifatnya relatif. Tergantung dari sudut pandang mana kita mau melihatnya. Para penekun kejernihan mengatakan jika anda cukup baik maka yang burukpun bisa terlihat baik,
Kekurangan kalau boleh dikatakan seperti itu yang sering kita lihat pada diri orang Batak adalah sifatnya yang cenderung kasar, temperamental dan untuk sebagian orang kurang santun. Banyaknya profesi copet yang dijalani oleh sebagian kecil orang Batak juga membuat citra negatif pada suku yang konon berasal dari pulau Formosa ini. Orang Batak juga cenderung sulit mengontrol emosi dan tak jarang mengeluarkan kata-kata kasar atau kalau istilah orang Medan “cakap kotor”.
Orang batak itu adalah orang dengan sikap yang spontan. Jika mereka tidak suka, maka mereka akan berkata secara langsung walaupun itu menyakitkan untuk didengar. Mereka seperti itu memiliki maksud baik agar orang yang ditegur itu tidak melakukan tindakan yang ceroboh atau pun yang tidak mengenakkan. Mereka juga sering mengeluarkan kritikan pedas tapi bermaksud untuk membangun bukan untuk menghancurkan karakter seseorang.
Kebiasaan orang Batak berjudi di terminal-terminal juga melekatkan citra kurang baik pada suku yang sebagian kecil masih menganut agama Malim dan menganut kepercayaan animisme ini. Sampai-sampai ada yang menulis pada sebuah blog untuk menjauhi dan jangan kawin dengan orang Batak. Suatu anjuran yang sama sekali tidak bijak. Apapun yang kita lihat dan dengar kita tidak bisa men-generalisasikan suatu suku bangsa
Di samping kekurangan-kekurangan yang sudah tersaji diatas, orang Batak juga memiliki banyak sekali kelebihan yang patut mereka banggakan. Salah satunya adalah sistem kekerabatan mereka yang begitu kuat kemanapun mereka pergi selalu ada perkumpulan orang-orang Batak. Tarombo adalah kelebihan lain dari orang Batak. Tarombo adalah pemikiran hebat dari para raja-raja Batak terdahulu. Mereka berpikir agar kelak anak cucu dari keturunan-keturunannya tidak putus rantai persaudaraan dan dapat mengenal serta mengetahui dengan baik dari mana mereka berasal.
Salah satunya adalah sistem kekerabatan mereka yang begitu kuat kemanapun mereka pergi selalu ada perkumpulan orang-orang Batak.
Tarombo adalah kelebihan lain dari orang Batak. Tarombo adalah pemikiran hebat dari para raja-raja Batak terdahulu. Mereka berpikir agar kelak anak cucu dari keturunan-keturunannya tidak putus rantai persaudaraan dan dapat mengenal serta mengetahui dengan baik dari mana mereka berasal. Tarombo ini mempunyai silsilah raja-raja pertama sampai sekarang.
Jujur, terus terang, terbuka dan tidak bertele-tele serta berbelit-belit adalah sisi positif lainnya dari orang Batak. Anak bagi orang Batak adalah kekayaan yang amat berharga “Anakhon hi do hamoran di au”. Sifat pekerja keras dan tegar pendirian diaplikasikan para inang-inang untuk bersusah payah dan jungkir balik agar anak-anaknya dapat bersekolah tinggi.
Konon etnis Batak adalah etnis dengan tingkat pendidikan tertinggi.
1. Pekerja keras dan pantang menyerah.
2. Orang batak adalah orang yang ditanamkan sikap sebagai pemenang
3. Orang batak itu adalah orang yang ramah
4. Bersikap tegas adalah kesukaan orang batak
5. Tidak ingin menyia-nyiakan usaha yang sudah dilakukan
Pekerjaan (Mata Pencarian)
Mata Pencarian Hidup Sebagian masyarakat batak bercocok tanam di irigasi dan ladang. Orang batak untuksebagian besar, masih mengarap tanahnya menurut adat kuno. Diladang atau disawa-sawah, padihanya di tanam dan di panen sekali setahun. Dalam bercocok tanam orang batak selalu bergotoroyong baik saat bertanam maupun saat panen tiba. Di samping bercocok tanam, pertenakan jugamerupakan suatu mata pencaharian yang penting bagi orang batak umumnya. Hewan yang biasaditernakan ialah kerbau, babi, bebek, ayam, dan kambing.
Di daerah pinggiran danau toba,biasanya masyarakat Batak menagkap ikan dengan perahu lesung. Penangkapn ikan dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, seperti bulan Juni sampai Agustus. Hasil tangkapan ikan di jual kepasar.Bagi suku Bangsa Batak Toba, tanah merupakan salah satu factor produksi yang terpenting dan merupakan sumber pencaharian utama demikianpula adat-istiadat berhubungan erat dengan tanah dan usaha pertanian tersebut,
Kepadatan dan pertumbuhan penduduk di satu pihak dan potensi sumber-sumber-sumber daya yang tersedia di pihak lain, merupakan pusat perhatian dalam strategi pembangunan regional maupun nasional. Perkembangan yang tidak seimbang dan diversifikasi pembagunan antara daerah dapat menyebabkan perpindahan penduduk dan perubahan arahnya, yang pada giliranya menimbulkan masalah baik di daerah yang ditinggalkan maupun daerah yang dituju.
Daya tarik kota, kesempatan kerja, kesempatan memperoleh pendidikan, wiraswasta dan penawaran jasa lainnya sebagai bagian dari proses modernisasi, antara lain merupakan komponen yang dapat memperbesar arus perpindahan itu, baik untuk tujuan sementara menetap atau mungkin perpindahan sirkuler.
Adalah merupakan kenyataan sejarah, bahwa beberapa dasawarna terakhir ini suku bangsa Batak Toba telah menyebar luas ke berbagai daerah dan hampir di seluruh nusantara.
Ada yang tetap bertani dan banyak juga yang bekerja ke luar pertanian. Mereka tinggal di kota-kota besar, kota kabupaten dan kecamatan serta dipedesaan di berbagai sudut wilayah Republik Indonesia termasuk ke beberapa Negara tetangga seperti Singapura dan Malasya.
Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Konsep Religi Suku Bangsa Batak – Debata Mulajadi Na Bolon
Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak, terdapat beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam disyiarkan sejak 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang Batak Mandailing dan Batak Angkola.
Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke Toba dan Simalungun oleh para zending dan misionaris dari Jerman dan Belanda sejak 1863. Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan) dianut oleh sebagian besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak.
Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki konsepsi bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Debata Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo).
Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo).
Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu sebagai berikut.
Tondi, adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatannya.
Sahala, adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
Begu, adalah tondi yang sudah meninggal.
Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa Batak
Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga mengikat kaum kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan.
Menurut adat lama pada orang Batak, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan antara orang-orang rimpal, yakni perkawinan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, dianggap ideal. Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu marga dan perkawinan dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.
Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak).
Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat suami saudara perempuannya.
Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.
Hula-hula; orang tua dari pihak istri, anak kelompok pemberi gadis.
Anak boru; suami dan saudara (hahaanggi) perempuan kelompok penerima gadis.
Dongan tubu; saudara laki-laki seayah, senenek moyang, semarga, berdasarkan patrilineal.
Konsep Pemimpin Politik Suku Bangsa Batak
Pada masyarakat Batak, sistem kepemimpinan terdiri atas tiga bidang.
Bidang adat. Kepemimpinan pada bidang adat ini tidak berada dalam tangan seorang tokoh, tetapi berupa musyawarah Dalihan Na Tolu (Toba), Sangkep Sitelu (Karo). Dalam pelaksanaannya, sidang musyawarah adat ini dipimpin oleh suhut (orang yang mengundang para pihak kerabat dongan sabutuha, hula-hula, dan boru dalam Dalihan Na Tolu).
Bidang agama. Agama Islam dipegang oleh kyai atau ustadz, sedangkan pada agama Kristen Katolik dan Protestan dipegang oleh pendeta dan pastor.
Bidang pemerintahan. Kepemimpinan di bidang pemerintahan ditentukan melalui pemilihan.
Konsep Agrikultural Suku Batak – Marsitalolo dan Solu. Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi. Pada umumnya, panen padi berlangsung setahun sekali. Namun, di beberapa tempat ada yang melakukan panen sebanyak dua atau tiga kali dalam setahun (marsitalolo).
Selain bercocok tanam, peternakan merupakan mata pencarian penting bagi orang Batak. Di daerah tepi danau Toba dan pulau Samosir, pekerjaan menangkap ikan dilakukan secara intensif dengan perahu (solu). Konsep Bahasa, Pengetahuan, dan Teknologi Suku Bangsa Batak
Bahasa, pengetahuan, dan teknologi adalah bentuk budaya dasar sebuah bangsa atau suku bangsa. Mari kita ulas ketiga aspek tersebut pada suku bangsa Batak.
1. Bahasa
Suku Batak berbicara bahasa Batak. Bahasa Batak termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu – Polinesia. Hampir setiap jenis suku Batak memiliki logat tersendiri dalam berbicara. Oleh karena itu bahasa Batak memiliki 6 logat, yakni logat Karo oleh orang Batak Karo, logat Pakpak oleh orang Batak Pakpak, logat Simalungun oleh orang Batak Simalungun, logat Toba oleh orang Batak Toba, Mandailing, dan Angkola.
2. Pengetahuan
Masyarakat suku Batak mengenal sistem gotong royong kuno, terutama dalam bidang bercocok tanam. Gotong royong ini disebut raron oleh orang Batak Karo dan disebut Marsiurupan oleh orang Batak Toba. Dalam gotong royong kuno ini sekelompok orang (tetangga atau kerabat dekat) bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.
3. Teknologi
Teknologi tradisional suatu suku bangsa adalah bentuk kearifan lokal suku bangsa tersebut. Suku bangsa Batak terbiasa menggunakan peralatan sederhana dalam bercocok tanam, misalnya bajak (disebut tenggala dalam bahasa Batak Karo), cangkul, sabit (sabi-sabi), tongkat tunggal, ani-ani, dan sebagainya.
Teknologi tradisional juga diaplikasikan dalam bidang persenjataan. Masyarakat Batak memiliki berbagai senjata tradisional seperti hujur (semacam tombak), piso surit (semacam belati), piso gajah dompak (keris panjang), dan podang (pedang panjang).
Di bidang penenunan pun teknologi tradisional suku Batak sudah cukup maju. Mereka memiliki kain tenunan yang multifungsi dalam kehidupan adat dan budaya suku Batak, yang disebut kain ulos.
Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, kata ‘marga’ merupakan istilah antropologi yang bermakna ‘kelompok kekerabatan yang eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal’ atau ‘bagian daerah (sekumpulan dusun) yang agak luas (di Sumatra Selatan).
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak.
Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di antaranya:
Aritonang, Banjarnahor (Marbun), Baringbing (Tampubolon), Baruara (Tambunan), Barutu (Situmorang), Barutu (Sinaga), Butarbutar, Gultom, Harahap, Hasibuan, Hutabarat, Hutagalung, Gutapea, Lubis, Lumbantoruan (Sihombing Lumbantoruan), Marpaung, Nababan, Napitulu, Panggabean, Pohan, Siagian (Siregar), Sianipar, Sianturi, Silalahi, Simanjuntak, Simatupang, Sirait, Siregar, Sitompul, Tampubolon, Karokaro Sitepu, Peranginangin Bangun, Ginting Manik, Sembiring Galuk, Sinaga Sidahapintu, Purba Girsang, Rangkuti.
Masyarakat Batak yang menganut sistim kekeluargaan yang Patrilineal yaitu garis keturunan ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum wanita. Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah. Apalagi pengaruh perkembangan zaman yang menyetarakan kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan.
Dalam pembagian warisan orang tua. Yang mendapatkan warisan adalah anak laki – laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki – laki juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki – laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya disebut Siapudan.
Dan dia mendapatkan warisan yang khusus. Dalam sistem kekerabatan Batak Parmalim, pembagian harta warisan tertuju pada pihak perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan system kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan. Dan bukan berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional, tetapi biasanya dikarenakan orang tua bersifat adil kepada anak – anak nya dalam pembagian harta warisan.
Dalam masyarakat Batak non-parmalim (yang sudah bercampur dengan budaya dari luar), hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah, pelaku, doktrin agama dianut dalam keluarga serta kepentingan keluarga. Apalagi ada sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan hukum perdata dalam hal pembagian warisannya.
Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka turun – temurun keluarga. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun keluarga adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.
Dalam Ruhut-ruhut ni adat Batak (Peraturan Adat batak) jelas di sana diberikan pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian harta warisan bahwa anak perempuan hanya memperoleh: Tanah (Hauma pauseang), Nasi Siang (Indahan Arian), warisan dari Kakek (Dondon Tua), tanah sekadar (Hauma Punsu Tali). Dalam adat Batak yang masih terkesan Kuno, peraturan adat – istiadatnya lebih terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan tidak mendapatkan apapun.
Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah anak Bungsu atau disebut Siapudan. Yaitu berupa Tanak Pusaka, Rumah Induk atau Rumah peninggalan Orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak laki – laki nya. Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi meninggalkan kampong halaman nya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus ayahnya, misalnya jika ayahnya Raja Huta atau Kepala Kampung, maka itu Turun kepada Anak Bungsunya (Siapudan).
Dan akibat dari perubahan zaman, peraturan adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan oleh masyarakat batak. Khususnya yang sudah merantau dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya persamaan gender dan persamaan hak antara laki – laki dan perempuan maka pembagian warisan dalam masyarakat adat Batak Toba saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Jadi hanya tinggal orang-orang yang masih tinggal di kampung atau daerah lah yang masih menggunakan waris adat seperti di atas.
Beberapa hal positif yang dapat disimpulkan dari hukum waris adat dalam suku Batak Toba yaitu laki-laki bertanggung jawab melindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam suku batak tidak akan pernah putus karena adanya marga dan warisan yang menggambarkan keturunan keluarga tersebut. Dimana pun orang batak berada adat istiadat (partuturan) tidak akan pernah hilang. Bagi orang tua dalam suku batak anak sangatlah penting untuk diperjuangkan terutama dalam hal Pendidikan. Karena Ilmu pengetahuan adalah harta warisan yang tidak bisa di hilangkan atau ditiadakan. Dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka seseorang akan mendapat harta yang melimpah dan mendapat kedudukan yang lebih baik dikehidupannya nanti.
Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia, Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Agama kepercayaan Suku Batak
Sebelum suku Batak menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:
Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Sistem kemasyarakatan Suku Batak
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni Tungku nan Tiga atau dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu, yakni Hula-hula, Dongan Tubu dan Boru ditambah Sihal-sihal. Dalam Bahasa Batak Angkola Dalihan na Tolu terdiri dari Mora, Kahanggi, dan Anak Boru.
Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri.
Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama.
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru
Demikian Keunikan Sejarah Budaya Adat Istiadat Suku Batak berasal dari Daerah Sumatera Utara , semoga informasi seputar Adat Istiadat Sumatera Utara ini bermanfaat, jangan lupa share di google plus dan berkomentar dan berkunjung kembali
Baca Juga ArtikelAdat Istiadat Suku Batak Sumatera Utara - Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku Batak terdiri dari beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara.
Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah:Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Sejarah Suku Batak
Menurut sejarah, kakek moyang suku bangsa batak pada mulanya berdiam disekitar danau toba. Perkampungan leluhur batak (siraja batak) adalah Sianjur mula-mula, di kaki gunung Pusut Buhit (Hutagalung, 1926, Yeps, 1932, Vergouwen, 1964 dalam Purba, 1996: 1), tidak berada jauh dari kota Pangururan sekarang.
Dari tempat inilah keturunanya menyebar, mula-mula ke daerah sekitarnya dan lambat laun ke seluruh penjuru tanah Batak, Joustra (1926: 5 dalam Purba 1) menyebutkan bahwa Tanah Batak (de Bataklanden) tersebut berada diantara 0,5-3,5 Lintang Utara dan 97,5-100 Bujur Timur dengan luas wilayah 50.000 km . selama beberapa abad lamanya , pergaulan mereka dengan suku-suku bangsa Indonesia lainnya sangat terbatas, sehingga baru kemudian hari terdapat keanekaragaman dalam suku bangsa tersebut.
Masuknya pengaruh dunia luar terhadap masyarakat batak antara lain melalui perdagangan. Bandar Barus sebagai pelabuhan ekspor kapur barus dan kemenyan menjadi terkenal di dunia sampai ke Eropah. Melalui Barus inilah kebudayaan asing mulai mempengaruhi kebudayaan Batak (Siahaan, 1964 dalam Purba, 1996:1).
Selain dari barus ada juga yang datang dari sebelah selatan Tapanuli dan Pantai Timur Sumatera. Pada waktu itu orang Batak masih menganut agama suku dan system pemerintahanya bersifat kerajaan demokratis. Setiap kampung (huta) merupakan kerajaan kecil yang berdiri sendiri dan rajanya dipilih sendiri oleh rakyatnya.
Di atas kerajaan-kerajaan ada Raja Sisingamangaraja sebagai pengikat yang merupakan kepala kerohanian dan keduniawian. Selain sebagai tali pengikat, Sisingamangaraja merupakan lambang persatuan lambang persatuan, dan dipuja sebagai dewa.
Masyarakat hidup dalam rasa kekeluargaan dan untuk melakukan sesaji dilaksanakan melalui musyawarah. Rasa kekeluargaan dalam satu kampung tumbuh dengan erat, solidaritas terpupuk terus dan silsilah dapat dipelihara dengan baik ,(Purba, 1996: 2).
Perjumpaan dengan agama Kristen dan peradaban Barat membawa berbagai kemajuan bagi penduduk daerah Tanah Batak bagian Utara. Kedatangan Missioner Jerman ke Tanah Batak khususnya Dr. I.L. Nommensen yang diutus oleh Rheinische Missionsgesellschshaft (RMG) mempunyai peranan sentral terhadap perkembangan social suku Batak. Nommensen memulai pekerjaanya dari luar daerah Tapanuli Utara, kemudian memilih rura silindung sebagai basisnya, pada saat mana Sisingamangaraja XI yang bermarkas di Bakara menjadi raja dan lambang persatuan di Tanah Batak.
Dalam perjalananya dari Bungabondar de Silindung, Nommensen beristirahat di daerah antara Pansurnapitu dan Lumbanbaringin. Beliau tertegun melihat Rura Silindung yang indah permai itu, daerahnya cukup luas dengan persawahan yang terbentang hingga ke Sipoholon.
Sifat Suku Batak Toba
Batak adalah suku yang ada dinumi khatulistiwa ini. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah : Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Pakpak, Batak Simalungun dan Batak Angkola. Mayoritas orang Batak beragama Kristen. Ras Batak yang banyak beragama Islam adalah Batak Mandailing dan Batak Angkola. Ini disebabkan karena pada awal abad ke 19 semasa Perang Paderi pasukan Minangkabau menyerang Tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola
Seperti layaknya suku bangsa lain di tanah air yang kaya raya ini, orang Batak pun memiliki kelebihan dan kekurangan. Meskipun kelebihan dan kekurangan ini sifatnya relatif. Tergantung dari sudut pandang mana kita mau melihatnya. Para penekun kejernihan mengatakan jika anda cukup baik maka yang burukpun bisa terlihat baik,
Kekurangan kalau boleh dikatakan seperti itu yang sering kita lihat pada diri orang Batak adalah sifatnya yang cenderung kasar, temperamental dan untuk sebagian orang kurang santun. Banyaknya profesi copet yang dijalani oleh sebagian kecil orang Batak juga membuat citra negatif pada suku yang konon berasal dari pulau Formosa ini. Orang Batak juga cenderung sulit mengontrol emosi dan tak jarang mengeluarkan kata-kata kasar atau kalau istilah orang Medan “cakap kotor”.
Orang batak itu adalah orang dengan sikap yang spontan. Jika mereka tidak suka, maka mereka akan berkata secara langsung walaupun itu menyakitkan untuk didengar. Mereka seperti itu memiliki maksud baik agar orang yang ditegur itu tidak melakukan tindakan yang ceroboh atau pun yang tidak mengenakkan. Mereka juga sering mengeluarkan kritikan pedas tapi bermaksud untuk membangun bukan untuk menghancurkan karakter seseorang.
Kebiasaan orang Batak berjudi di terminal-terminal juga melekatkan citra kurang baik pada suku yang sebagian kecil masih menganut agama Malim dan menganut kepercayaan animisme ini. Sampai-sampai ada yang menulis pada sebuah blog untuk menjauhi dan jangan kawin dengan orang Batak. Suatu anjuran yang sama sekali tidak bijak. Apapun yang kita lihat dan dengar kita tidak bisa men-generalisasikan suatu suku bangsa
Di samping kekurangan-kekurangan yang sudah tersaji diatas, orang Batak juga memiliki banyak sekali kelebihan yang patut mereka banggakan. Salah satunya adalah sistem kekerabatan mereka yang begitu kuat kemanapun mereka pergi selalu ada perkumpulan orang-orang Batak. Tarombo adalah kelebihan lain dari orang Batak. Tarombo adalah pemikiran hebat dari para raja-raja Batak terdahulu. Mereka berpikir agar kelak anak cucu dari keturunan-keturunannya tidak putus rantai persaudaraan dan dapat mengenal serta mengetahui dengan baik dari mana mereka berasal.
Salah satunya adalah sistem kekerabatan mereka yang begitu kuat kemanapun mereka pergi selalu ada perkumpulan orang-orang Batak.
Tarombo adalah kelebihan lain dari orang Batak. Tarombo adalah pemikiran hebat dari para raja-raja Batak terdahulu. Mereka berpikir agar kelak anak cucu dari keturunan-keturunannya tidak putus rantai persaudaraan dan dapat mengenal serta mengetahui dengan baik dari mana mereka berasal. Tarombo ini mempunyai silsilah raja-raja pertama sampai sekarang.
Jujur, terus terang, terbuka dan tidak bertele-tele serta berbelit-belit adalah sisi positif lainnya dari orang Batak. Anak bagi orang Batak adalah kekayaan yang amat berharga “Anakhon hi do hamoran di au”. Sifat pekerja keras dan tegar pendirian diaplikasikan para inang-inang untuk bersusah payah dan jungkir balik agar anak-anaknya dapat bersekolah tinggi.
Konon etnis Batak adalah etnis dengan tingkat pendidikan tertinggi.
1. Pekerja keras dan pantang menyerah.
2. Orang batak adalah orang yang ditanamkan sikap sebagai pemenang
3. Orang batak itu adalah orang yang ramah
4. Bersikap tegas adalah kesukaan orang batak
5. Tidak ingin menyia-nyiakan usaha yang sudah dilakukan
Pekerjaan (Mata Pencarian)
Mata Pencarian Hidup Sebagian masyarakat batak bercocok tanam di irigasi dan ladang. Orang batak untuksebagian besar, masih mengarap tanahnya menurut adat kuno. Diladang atau disawa-sawah, padihanya di tanam dan di panen sekali setahun. Dalam bercocok tanam orang batak selalu bergotoroyong baik saat bertanam maupun saat panen tiba. Di samping bercocok tanam, pertenakan jugamerupakan suatu mata pencaharian yang penting bagi orang batak umumnya. Hewan yang biasaditernakan ialah kerbau, babi, bebek, ayam, dan kambing.
Di daerah pinggiran danau toba,biasanya masyarakat Batak menagkap ikan dengan perahu lesung. Penangkapn ikan dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, seperti bulan Juni sampai Agustus. Hasil tangkapan ikan di jual kepasar.Bagi suku Bangsa Batak Toba, tanah merupakan salah satu factor produksi yang terpenting dan merupakan sumber pencaharian utama demikianpula adat-istiadat berhubungan erat dengan tanah dan usaha pertanian tersebut,
Kepadatan dan pertumbuhan penduduk di satu pihak dan potensi sumber-sumber-sumber daya yang tersedia di pihak lain, merupakan pusat perhatian dalam strategi pembangunan regional maupun nasional. Perkembangan yang tidak seimbang dan diversifikasi pembagunan antara daerah dapat menyebabkan perpindahan penduduk dan perubahan arahnya, yang pada giliranya menimbulkan masalah baik di daerah yang ditinggalkan maupun daerah yang dituju.
Daya tarik kota, kesempatan kerja, kesempatan memperoleh pendidikan, wiraswasta dan penawaran jasa lainnya sebagai bagian dari proses modernisasi, antara lain merupakan komponen yang dapat memperbesar arus perpindahan itu, baik untuk tujuan sementara menetap atau mungkin perpindahan sirkuler.
Adalah merupakan kenyataan sejarah, bahwa beberapa dasawarna terakhir ini suku bangsa Batak Toba telah menyebar luas ke berbagai daerah dan hampir di seluruh nusantara.
Ada yang tetap bertani dan banyak juga yang bekerja ke luar pertanian. Mereka tinggal di kota-kota besar, kota kabupaten dan kecamatan serta dipedesaan di berbagai sudut wilayah Republik Indonesia termasuk ke beberapa Negara tetangga seperti Singapura dan Malasya.
Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Konsep Religi Suku Bangsa Batak – Debata Mulajadi Na Bolon
Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak, terdapat beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam disyiarkan sejak 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang Batak Mandailing dan Batak Angkola.
Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke Toba dan Simalungun oleh para zending dan misionaris dari Jerman dan Belanda sejak 1863. Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan) dianut oleh sebagian besar orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak.
Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki konsepsi bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Debata Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo).
Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo).
Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu sebagai berikut.
Tondi, adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatannya.
Sahala, adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
Begu, adalah tondi yang sudah meninggal.
Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa Batak
Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga mengikat kaum kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan.
Menurut adat lama pada orang Batak, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan antara orang-orang rimpal, yakni perkawinan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, dianggap ideal. Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu marga dan perkawinan dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.
Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa Karo) atau saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak).
Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan kelompok kerabat suami saudara perempuannya.
Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai berikut.
Hula-hula; orang tua dari pihak istri, anak kelompok pemberi gadis.
Anak boru; suami dan saudara (hahaanggi) perempuan kelompok penerima gadis.
Dongan tubu; saudara laki-laki seayah, senenek moyang, semarga, berdasarkan patrilineal.
Konsep Pemimpin Politik Suku Bangsa Batak
Pada masyarakat Batak, sistem kepemimpinan terdiri atas tiga bidang.
Bidang adat. Kepemimpinan pada bidang adat ini tidak berada dalam tangan seorang tokoh, tetapi berupa musyawarah Dalihan Na Tolu (Toba), Sangkep Sitelu (Karo). Dalam pelaksanaannya, sidang musyawarah adat ini dipimpin oleh suhut (orang yang mengundang para pihak kerabat dongan sabutuha, hula-hula, dan boru dalam Dalihan Na Tolu).
Bidang agama. Agama Islam dipegang oleh kyai atau ustadz, sedangkan pada agama Kristen Katolik dan Protestan dipegang oleh pendeta dan pastor.
Bidang pemerintahan. Kepemimpinan di bidang pemerintahan ditentukan melalui pemilihan.
Konsep Agrikultural Suku Batak – Marsitalolo dan Solu. Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi. Pada umumnya, panen padi berlangsung setahun sekali. Namun, di beberapa tempat ada yang melakukan panen sebanyak dua atau tiga kali dalam setahun (marsitalolo).
Selain bercocok tanam, peternakan merupakan mata pencarian penting bagi orang Batak. Di daerah tepi danau Toba dan pulau Samosir, pekerjaan menangkap ikan dilakukan secara intensif dengan perahu (solu). Konsep Bahasa, Pengetahuan, dan Teknologi Suku Bangsa Batak
Bahasa, pengetahuan, dan teknologi adalah bentuk budaya dasar sebuah bangsa atau suku bangsa. Mari kita ulas ketiga aspek tersebut pada suku bangsa Batak.
1. Bahasa
Suku Batak berbicara bahasa Batak. Bahasa Batak termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu – Polinesia. Hampir setiap jenis suku Batak memiliki logat tersendiri dalam berbicara. Oleh karena itu bahasa Batak memiliki 6 logat, yakni logat Karo oleh orang Batak Karo, logat Pakpak oleh orang Batak Pakpak, logat Simalungun oleh orang Batak Simalungun, logat Toba oleh orang Batak Toba, Mandailing, dan Angkola.
2. Pengetahuan
Masyarakat suku Batak mengenal sistem gotong royong kuno, terutama dalam bidang bercocok tanam. Gotong royong ini disebut raron oleh orang Batak Karo dan disebut Marsiurupan oleh orang Batak Toba. Dalam gotong royong kuno ini sekelompok orang (tetangga atau kerabat dekat) bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.
3. Teknologi
Teknologi tradisional suatu suku bangsa adalah bentuk kearifan lokal suku bangsa tersebut. Suku bangsa Batak terbiasa menggunakan peralatan sederhana dalam bercocok tanam, misalnya bajak (disebut tenggala dalam bahasa Batak Karo), cangkul, sabit (sabi-sabi), tongkat tunggal, ani-ani, dan sebagainya.
Teknologi tradisional juga diaplikasikan dalam bidang persenjataan. Masyarakat Batak memiliki berbagai senjata tradisional seperti hujur (semacam tombak), piso surit (semacam belati), piso gajah dompak (keris panjang), dan podang (pedang panjang).
Di bidang penenunan pun teknologi tradisional suku Batak sudah cukup maju. Mereka memiliki kain tenunan yang multifungsi dalam kehidupan adat dan budaya suku Batak, yang disebut kain ulos.
Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, kata ‘marga’ merupakan istilah antropologi yang bermakna ‘kelompok kekerabatan yang eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal’ atau ‘bagian daerah (sekumpulan dusun) yang agak luas (di Sumatra Selatan).
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak.
Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di antaranya:
Aritonang, Banjarnahor (Marbun), Baringbing (Tampubolon), Baruara (Tambunan), Barutu (Situmorang), Barutu (Sinaga), Butarbutar, Gultom, Harahap, Hasibuan, Hutabarat, Hutagalung, Gutapea, Lubis, Lumbantoruan (Sihombing Lumbantoruan), Marpaung, Nababan, Napitulu, Panggabean, Pohan, Siagian (Siregar), Sianipar, Sianturi, Silalahi, Simanjuntak, Simatupang, Sirait, Siregar, Sitompul, Tampubolon, Karokaro Sitepu, Peranginangin Bangun, Ginting Manik, Sembiring Galuk, Sinaga Sidahapintu, Purba Girsang, Rangkuti.
Masyarakat Batak yang menganut sistim kekeluargaan yang Patrilineal yaitu garis keturunan ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum wanita. Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah. Apalagi pengaruh perkembangan zaman yang menyetarakan kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan.
Dalam pembagian warisan orang tua. Yang mendapatkan warisan adalah anak laki – laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki – laki juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki – laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya disebut Siapudan.
Dan dia mendapatkan warisan yang khusus. Dalam sistem kekerabatan Batak Parmalim, pembagian harta warisan tertuju pada pihak perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan system kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan. Dan bukan berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional, tetapi biasanya dikarenakan orang tua bersifat adil kepada anak – anak nya dalam pembagian harta warisan.
Dalam masyarakat Batak non-parmalim (yang sudah bercampur dengan budaya dari luar), hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah, pelaku, doktrin agama dianut dalam keluarga serta kepentingan keluarga. Apalagi ada sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan hukum perdata dalam hal pembagian warisannya.
Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka turun – temurun keluarga. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun keluarga adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.
Dalam Ruhut-ruhut ni adat Batak (Peraturan Adat batak) jelas di sana diberikan pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian harta warisan bahwa anak perempuan hanya memperoleh: Tanah (Hauma pauseang), Nasi Siang (Indahan Arian), warisan dari Kakek (Dondon Tua), tanah sekadar (Hauma Punsu Tali). Dalam adat Batak yang masih terkesan Kuno, peraturan adat – istiadatnya lebih terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan tidak mendapatkan apapun.
Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah anak Bungsu atau disebut Siapudan. Yaitu berupa Tanak Pusaka, Rumah Induk atau Rumah peninggalan Orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak laki – laki nya. Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi meninggalkan kampong halaman nya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus ayahnya, misalnya jika ayahnya Raja Huta atau Kepala Kampung, maka itu Turun kepada Anak Bungsunya (Siapudan).
Dan akibat dari perubahan zaman, peraturan adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan oleh masyarakat batak. Khususnya yang sudah merantau dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya persamaan gender dan persamaan hak antara laki – laki dan perempuan maka pembagian warisan dalam masyarakat adat Batak Toba saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Jadi hanya tinggal orang-orang yang masih tinggal di kampung atau daerah lah yang masih menggunakan waris adat seperti di atas.
Beberapa hal positif yang dapat disimpulkan dari hukum waris adat dalam suku Batak Toba yaitu laki-laki bertanggung jawab melindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam suku batak tidak akan pernah putus karena adanya marga dan warisan yang menggambarkan keturunan keluarga tersebut. Dimana pun orang batak berada adat istiadat (partuturan) tidak akan pernah hilang. Bagi orang tua dalam suku batak anak sangatlah penting untuk diperjuangkan terutama dalam hal Pendidikan. Karena Ilmu pengetahuan adalah harta warisan yang tidak bisa di hilangkan atau ditiadakan. Dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka seseorang akan mendapat harta yang melimpah dan mendapat kedudukan yang lebih baik dikehidupannya nanti.
Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia, Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Agama kepercayaan Suku Batak
Sebelum suku Batak menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:
Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Sistem kemasyarakatan Suku Batak
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni Tungku nan Tiga atau dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu, yakni Hula-hula, Dongan Tubu dan Boru ditambah Sihal-sihal. Dalam Bahasa Batak Angkola Dalihan na Tolu terdiri dari Mora, Kahanggi, dan Anak Boru.
Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri.
Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama.
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru
Demikian Keunikan Sejarah Budaya Adat Istiadat Suku Batak berasal dari Daerah Sumatera Utara , semoga informasi seputar Adat Istiadat Sumatera Utara ini bermanfaat, jangan lupa share di google plus dan berkomentar dan berkunjung kembali
Adat istiadat Suku Toraja Sulawesi Selatan
Adat istiadat Suku Bugis Sulawesi Selatan
Adat Istiadat Suku Jawa - Jawa Tengah
Adat Istiadat Suku Sunda Jawa Barat
Adat Istiadat Suku Betawi DKI Jakarta
Adat Istiadat Suku Batak Sumatera Utara
Adat istiadat Suku Papua Irian Jaya
Adat Budaya Suku Togutil Halmahera Maluku Utara
Adat Istiadat Suku Nias Sumatera Utara
Adat Istiadat suku Tengger Jawa Timur
Adat Istiadat Suku Asmat Papua Irian Jaya
Adat Istiadat Suku Amungme Papua
Adat Istiadat Suku Aneuk Jamee Aceh
Adat Istiadat Suku Ampana Sulawesi Tengah
Adat Istiadat Suku Dayak Kalimantan