Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Keunikan Sejarah Adat Istiadat Budaya Suku Aneuk Jamee Berasal dari Aceh

Keunikan-Sejarah-Adat-Istiadat-Budaya-Suku-Aneuk-Jamee-Berasal-dari-Aceh
Keunikan Sejarah Adat Istiadat Budaya Suku Aneuk Jamee Berasal dari Aceh  Keunikan-Sejarah-Adat-Istiadat-Budaya-Suku-Aneuk-Jamee-Berasal-dari-Aceh

Adat Istiadat Suku Aneuk Jamee Aceh - Provinsi Aceh memiliki keberagaman budaya. Salah satu keberagaman budaya itu lahir dari suku-suku yang berbeda pula. Salah satu suku yang memiliki kebudayaan adat istiadat unik adalah suku Aneuk Jamee.

Suku Aneuk Jamee adalah sebuah suku yang tersebar di sepanjang pesisir barat Nanggroe Aceh Darussalam. Dari segi bahasa, Aneuk Jamee diperkirakan masih merupakan dialek dari bahasa Minangkabau dan menurut cerita, mereka memang berasal dari Ranah Minang.

Nama Aneuk Jamee (bahasa Aceh) memiliki arti “anak yang berkunjung” atau “pendatang baru”. Nama ini digunakan untuk menggambarkan orang-orang Minang berasal dari Lubuk Sikaping, Pariaman, Rao, dan Pasaman yang mulai bermigrasi ke daerah tersebut pada abad ke-17.

Secara bertahap, mereka berasimilasi dengan orang-orang Aceh yang ada di daerah tersebut. Proses asimilasi tersebut dipermudah oleh kepercayaan Islam yang umum. Namun, pada akhirnya mereka merasa bahwa mereka bukanlah orang Aceh maupun orang Minangkabau, tetapi masyarakat baru yang memiliki budaya dan bahasa sendiri.

Meskipun mereka udah tinggal lama sejak ratusan tahun, istilah pendatang selamanya melekat pada diri mereka. Tetapi bagi masyarakat Aneuk Jamee sendiri, mengatakan bahwa mereka udah jadi penghuni wilayah ini amat lama sekali

Sejarah Suku Aneuk Jame 

Suku Aneuk Jamee ini menurut cerita, berasal berasal dari Ranah Minang. Orang Aceh setempat menyebut mereka sebagai “Aneuk Jamee” yang berarti tamu atau pendatang. Umumnya suku Aneuk Jamee terkonsentrasi di kabupaten Aceh Selatan dan kabupaten Aceh Barat Daya .

Selain itu terdapat kelompok-kelompok kecil yang menetap di kira-kira kawasan Meulaboh, kabupaten Aceh Barat, kira-kira kawasan Sinabang, kabupaten Simeulue, kabupaten Aceh Singkil dan kota Subulussalam. Menurut cerita, konon dikala pecahnya perang paderi, para pejuang paderi merasa terjepit oleh serangan kolonial Belanda. Minangkabau yang pada pas itu merupakan bagian berasal dari kerajaan Aceh berharap bala bantuan tentara Aceh. Ketika suasana jadi kritis, rakyat terpaksa dieksoduskan, pada pas itulah rakyat Minangkabau bertebaran di sepanjang pesisir pantai Barat-Selatan Aceh.

Umumnya bahasa minang selamanya digunakan sebagai bahasa ibu, tapi sistem perjalanan pas yang sekian lama udah menyebabkan bahasa berikut berasimilasi bersama dengan bahasa Aceh, supaya jadilah “bahasa aneuk jamee” sebagaimana yang dituturkan pas ini. Di samping banyak menerima serapan kata berasal dari bahasa Aceh, secara umum tidak banyak perubahan, hanya terdapat lebih dari satu konsonan dan vokal dan juga sedikit dialeknya yang berubah.

Orang Aceh menyebut mereka sebagai Aneuk Jamee yang berarti tamu atau pendatang. bahasa yang digunakan bukan bahasa Minang lagi tapi Bahasa Jamee, bahasa yang sama tapi tidak sama.Masyarakat Aneuk Jamee sejak awal udah memeluk agama Islam, supaya Kedatangan mereka di wilayah ini tidak mendapat pertentangan berasal dari masyarakat setempat. Sampai pas ini mereka hidup rukun bersama dengan suku-suku lain di wilayah ini seperti suku Alas, suku Gayo, suku Singkil dan lain-lain.
Beberapa tradisi budaya suku Aneuk Jamee juga amat kental bersama dengan aroma Islami nya.

Bahasa

Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Minangkabau dengan dialek Aceh, atau yang dikenal dengan Bahasa Jamee. Bahasa Jamee merupakan Bahasa Minangkabau yang telah menyerap beberapa unsur dan kosa kata Bahasa Aceh. Kini kebanyakan anggota masyarakat Suku Aneuk Jamee, terutama yang mendiami kawasan yang didominasi oleh Suku Aceh menggunakan Bahasa Aceh. Bahasa Jamee hanya dituturkan di kalangan orang-orang tua saja dan saat ini umumnya mereka lebih lazim menggunakan Bahasa Aceh sebagai bahasa pergaulan sehari-hari (lingua franca).

Sejarah Suku Aneuk Jame Di Wilayah Sumatra Dalam Kehidupan masyarakat suku Aneuk Jamee sehari-hari

adalah sebagai petani di ladang, dan juga lebih dari satu sebagai nelayan. Banyak juga berasal dari mereka yang berprofesi sebagai pedagang. Selain itu di halaman rumah mereka kadang memelihara hewan ternak seperti ayam, bebek, kambing dan sapi.

Kekerabatan Suku Aneuk Jamee

Kelompok kekerabatannya yang terkecil disebut tanggo (rumah tangga). Mereka menganut sistem menetap sehabis kawin yang berupa matrilokal layaknya orang Minangkabau, bakal tetapi didalam prinsip pertalian kekerabatan dan garis keturunan condong bilateral terkecuali tidak patrilineal. Peranan keluarga luas masih tetap besar pengaruhnya pada kehidupan individu, kenyataan ini diungkapkan didalam prinsip kekerabatan saampek kaum, yaitu prinsip keterlibatan kerabat berasal dari pihak ayah dan pihak ibu.

Kesatuan hidup setempatnya disebut kampuang yang dikepalai oleh seorang kecik yang dipilih oleh masyarakatnya. Di tiap-tiap kampung ada pemimpin agama yang disebut tuangku manasah atau imam manasah. Beberapa kampung berhimpun menjadi satu kemukiman yang dipimpin oleh seorang kepala Mukim. Di tingkat ini pemimpin agama disebut tuangku sagi. Pemimpin informal lain adalah para cerdik pandai setempat. Dalam struktur masyarakat ini masih tampak sisa-sisa pelapisan sosial lama. Dimana ada group bangsawan yang biasanya memakai gelar datuk. Lalu ada group ulama yang memakai gelar tuangku. Selanjutnya menyusul group urang barado (orang kaya) dan orang kebanyakan.

Kesenian  Suku Aneuk Jamee
Aneuk Jamee mengembangkan pula kesenian layaknya tari Pho yang sama tari Seudati berasal dari Aceh, dan tari Rateb Mausekat. Kalau didalam tari Pho penari menepuk pinggul karena penarinya adalah wanita.

Sosial Budaya Suku Aneuk Jame
Provinsi Aceh miliki keberagaman budaya. Salah satu keberagaman budaya itu lahir berasal dari suku-suku yang tidak sama pula. Salah satu suku yang miliki kebudayaan mandiri adalah suku Aneuk Jamee. Suku Aneuk Jamee, adalah keliru satu suku yang terdapat di provinsi Aceh.

Suku Aneuk Jamee tersebar di lebih dari satu kabupaten di provinsi Aceh, yakni di kabupaten Aceh Selatan, kabupaten Aceh Barat, kabupaten Aceh Barat Daya dan kabupaten Nagan Raya.

Nama Aneuk Jamee (bahasa Aceh) miliki makna “anak yang berkunjung” atau “pendatang baru”. Nama ini digunakan untuk melukiskan orang-orang Minang berasal berasal dari Lubuk Sikaping, Pariaman, Rao, dan Pasaman yang menjadi bermigrasi ke daerah berikut terhadap abad ke-17. Secara bertahap, mereka berasimilasi dengan orang-orang Aceh yang tersedia di daerah tersebut. Proses asimilasi berikut dipermudah oleh kepercayaan Islam yang umum. Namun, terhadap pada akhirnya mereka menjadi bahwa mereka bukanlah orang Aceh maupun orang Minangkabau, namun masyarakat baru yang miliki budaya dan bhs sendiri.

Sebaran Daerah dan Populasi
Orang-orang Aneuk Jamee adalah keliru satu kelompok masyarakat yang tinggal di pesisir barat Provinsi Aceh. Populasi suku Anak Jamee sekitar 50%. Mereka terhadap kebanyakan tinggal di sekitar teluk-teluk kecil di selama pantai. Mereka terhitung tersebar di kawasan dataran rendah, yang dikelilingi oleh pegunungan Bukit Barisan. Aneuk Jamee lebih dari satu besar berada di Kabupaten Aceh Barat, yang meliputi lima kecamatan yakni Tapak Tuan, Samadua, Susoh, Manggeng, dan Labuhan Haji. Ada lebih dari satu kecil yang tinggal di Kabupaten Aceh Selatan di tiga kecamatan, yakni Johan Pahlawan, Kaway XVI, dan Kuala.

Kehidupan Suku Aneuk Jamee
Suku Aneuk Jamee adalah gabungan berasal dari budaya Aceh dan Budaya Minangkabau. Kita bisa menyaksikan berasal dari langkah dan perlengkapan adat pengantin wanita yang memberikan semacam sunting (mahkota) di kepala yang merujuk terhadap adat berasal dari daerah Bukit Tinggi. Sementara terhadap busana adat pria senantiasa mengikuti adat Aceh.

Bahasa suku Aneuk Jamee adalah bhs yang hampir mirip dengan bhs Minangkabau. Bahasa Aneuk Jamee yakni jamu adalah merupakan bhs pembauran lebih dari satu bhs yang tersedia di Sumatera. Konon, suku Aneuk Jamee pernah berasal berasal dari Minangkabau. Masyarakat Aceh menyebut mereka sebagai “Aneuk Jamee” yang artinya tamu atau pendatang. Suku Aneuk Jamee terkonsentrasi di kabupaten Aceh Selatan dan kabupaten Aceh Barat Daya. Selain itu terdapat kelompok-kelompok kecil yang menetap di sekitar kawasan Meulaboh, kabupaten Aceh Barat, sekitar kawasan Sinabang, kabupaten Simeulue, kabupaten Aceh Singkil dan kota Subulussalam.

Konon saat pecahnya perang paderi, para pejuang paderi melarikan diri berasal dari serangan tentara kolonial Belanda. Akibatnya banyak masyarakat Minangkabau yang tersebar di selama pesisir pantai Barat-Selatan Aceh. Pada awalnya mereka senantiasa menggunakan bhs Minangkabau, namun karena udah sekian lama, bhs mereka pun tercampur dengan bhs Aceh, supaya terbentuklah suatu dialek bhs baru, yakni bhs Aneuk Jamee. Bahasa Aneuk Jamee banyak menyerap perbendaharaan kata berasal dari bhs Aceh.

Salah satu tradisi unik di hari Meugang (hari magang) ini adalah tradisi yang tersedia terhadap masyarakat suku bangsa Aneuk Jamee, terutama di daerah Kluet Selatan (kandang) . Di daerah ini di hari Meugang dikenal terdapatnya tradisi Mambantai dan Balamang. Kedua tradisi ini senantiasa ditunaikan tiap-tiap th. sebelum Ramadhan tiap-tiap generasi ke generasi. Kegiatan ini ditunaikan oleh kaum laki-laki. Mereka berkumpul di sebidang tanah yang lumayan luas. Prosesi ini dipimpin oleh seorang pawang (kadang dipimpin oleh Imam Chik mesjid atau Meunasah) yang benar-benar jelas tata langkah dan doa didalam penyembelihan dan dibantu oleh lebih dari satu orang yang bertugas mengikat kaki dan merebahkan hewan yang bakal disembelih dengan posisi menghadap kiblat. Sampai terhadap proses pemotongan daging dan siap dimasak oleh kaum perempuan.

Selain itu, di hari yang mirip tersedia pula tradisi Balamang yang ditunaikan oleh hampir semua keluarga disana. Balamang artinya tradisi memasak lemang. Uniknya Lemang berikut dimasak bersama-sama oleh semua malamang perempuan yang tersedia didalam keluarga yang kebanyakan diikuti oleh tiga generasi; nenek, ibu dan anak perempuan. Mereka mendapat porsi tugas tiap-tiap cocok usia. Nenek diakui orang yang paling ahli didalam memasak lemang. Ia bertugas sebagai orang yang mengaduk semua bahan dengan takaran yang sesuai. Selain itu ia terhitung yang paling jelas langkah memasukkan beras kedalam bambu. Generasi yang lebih muda kebagian tugas mencari, memotong dan membersihkan bambu untuk memasak lemang. Suatu hal yang menjadi pantangan bahwa bambu (buluh) tidak boleh dilangkahi karena bisa sebabkan beras ketan yang dimasak di didalam buluh berikut alak bakal muncul (menjulur) saat proses pemanggangan (dibakar di bara api) didalam posisi berdiri bersandar terhadap besi tungku.

Biasanya bambu dicuci di sungai dengan menggunakan sabut kelapa untuk menyingkirkan miang yang menempel terhadap bambu (buluh) supaya tidak gatal lagi. Gerakan menggosok batang bambu terhitung ditentukan yakni satu arah, tidak boleh bolak balik untuk mencegah miang tadi menempel kembali. Gerakannya terhitung tidak boleh benar-benar keras supaya tidak mengakibatkan kerusakan buluh. Generasi ke dua ini terhitung bertugas memeras santan dengan mengatasi santan kental dan encer. Sedangkan generasi ketiga adalah generasi yang udah wajib mempelajari langkah memasak lemang. Ia wajib perhatikan dengan baik tiap-tiap prosesnya. Tugasnya lebih ringan, menjadi berasal dari mencari daun pisang, selanjutnya menentukan dan memotong daun muda yang tidak mudah robek untuk dimasukkan ke didalam buluh lemang. Ia terhitung wajib membasuh beras hingga bersih.

Kepercayaan /Agama
Orang-orang Aneuk Jamee adalah penganut agama Islam. Seperti orang-orang Indonesia yang lain, orang-orang Aneuk Jamee terhitung menunjukkan lebih dari satu unsur kepercayaan sebelumnya yang tidak mudah dilupakan. Praktik perdukunan tetap kerap digunakan untuk bermacam keperluan. Misalnya, seorang dukun kadangkala diminta untuk memasukkan mantra cinta (sijundai) terhadap seorang gadis, atau untuk mengobati seorang gadis yang dimantrai dengan langkah ini.

Sosial dan Ekonomi
Masyarakat Suku Aneuk Jamee kebanyakan jelas terhitung faedah jenis-jenis binatang untuk dijadikan bahan obat-obatan. Jenis-jenis binatang yang bisa dijadikan obat-obatan berikut adalah layaknya baneng glee (sejenis penyu) dimakan dagingnya untuk obat gatal-gatal dan reumatik. Biantang kurungkhong (sejenis kepiting) dan labah-labah air bisa dijadikan obat batuk asma. Tulang badak dan juga sumbunya bisa dijadikan obat berbisa. Katak hijau bisa dijadikan obat digigit ular. Jeureumen manok (lembing ayam bisa dijadikan obat digigit lipan atau kala).

Masyarakat Aneuk Jamee miliki tiga strata sosial. Bangsawan (datuk) duduki strata tertinggi. Strata menengah dibentuk oleh kepala daerah (hulu baling) dan pemuka agama (ulama), layaknya pemimpin doa (tengku), kiai (imam), dan hakim agama (kadi). Orang-orang biasa berada terhadap strata paling bawah.

Kepemimpinan tradisional di didalam sebuah desa terdiri berasal dari gabungan unsur Minangkabau dan Aceh.
Mereka ini adalah para kecik (lurah), tuangku manasah dan tuangku surau. Ini agak tidak sama dengan kepemimpinan di tingkat kecamatan yang mirip dengan pola kepemimpinan tradisional budaya Aceh. Pola kepimpinan ini terdiri berasal dari kepala daerah (mukim), lurah (kecik), pemimpin jalanan (ketua jurong), dan tua-tua (tuha peut).

Selain itu, proses kekerabatan tampaknya terdapat gabungan pada budaya Minangkabau dan Aceh. Garis keturunan diperhitungkan berdasarkan prinsip bilateral, namun adat menetap sesudah nikah adalah uxorilikal (tinggal didalam lingkungan keluarga pihak wanita). Kerabat pihak papa membawa kedudukan yang kuat didalam hal pewarisan dan perwalian, namun ninik mamak berasal berasal dari kerabat pihak ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang disebut rumah tangga. Ayah berperan sebagai kepala keluarga yang membawa kewajiban memenuhi kebutuhan keluarganya. Tanggung jawab seorang ibu yang utama adalah mengasuh anak dan menyesuaikan rumah tangga.

Hal lainnya adalah wujud kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam tiap-tiap gampong tersedia sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan berasal dari lebih dari satu gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yakni para panglima yang berjasa kepada sultan. Kehidupan sosial dan keagamaan di tiap-tiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, layaknya imeum meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).

Banyak masyarakat Aneuk Jamee yang menjadi nelayan, saat lebih dari satu lainnya bersawah (basawah), berladang (baladang), dan berkebun (bakabun). Ada lebih dari satu orang Aneuk Jamee yang menjadi pedagang senantiasa (baniago), saat lainnya dikenal sebagai penggaleh — orang yang menjajakan barang-barang berasal dari desa ke desa.Suku Aneuk Jamee terhitung menggunakan alat-alat peperangan diperoleh berasal dari tempeun (tempat menempa alat-alat perkakas yang berasal berasal dari besi) alat-alat peperangan masyarakat adat Aneuk Jamee.

Adat Istiadat

Sistem kekerabatan tampaknya terkandung paduan antara budaya Minangkabau dan Aceh. Garis keturunan diperhitungkan berdasarkan prinsip bilateral, namun tradisi menetap sesudah nikah adalah uxorilikal (tinggal dalam lingkungan keluarga pihak wanita). Kerabat pihak ayah membawa kedudukan yang kuat dalam perihal pewarisan dan perwalian, namun ninik mamak berasal berasal dari kerabat pihak ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang disebut rumah tangga. Ayah berperan sebagai kepala keluarga yang membawa kewajiban memenuhi kebutuhan keluarganya. Tanggung jawab seorang ibu yang utama adalah mengasuh anak dan sesuaikan rumah tangga.

Sistem pemerintahan adat

Pada gampong (kampung atau desa) suku Aneuk Jamee dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan berasal dari sebagian gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan. Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka tradisi dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).

Demikian Keunikan Sejarah Adat Istiadat Budaya Suku Aneuk Jamee Berasal dari Aceh , semoga informasi seputar Adat Istiadat Suku Aneuk Jamee Berasal dari Aceh ini bermanfaat, jangan lupa share di google plus dan berkomentar dan berkunjung kembali

Baca Juga Artikel