Keunikan Sejarah Adat Budaya Suku Togutil Halmahera berasal dari Maluku Utara
Keunikan Sejarah Adat Budaya Suku Togutil Halmahera berasal dari Maluku Utara
Adat Istiadat Suku Togutil Halmahera Maluku - Halmahera adalah pulau terbesar di Kepulauan Maluku. Pulau ini merupakan bagian dari provinsi Maluku Utara, Indonesia. Suku Togutil ( Suku Tobelo ) adalah kelompok/komunitas etnis yang hidup di hutan-hutan secara nomaden di sekitar hutan Totodoku
sejarah suku halmahera
Pada tahun 1546, Portugis mulai menyisir setiap pantai dan pulau yang ada di bumi Maluku Utara. Teluk Galela tidak ketinggalan. Tahun 1570 Sultan Khairun diracuni oleh Portugis saat sedang melangsungkan perundingan. Putranya, Sultan Babullah bersumpah untuk mengusir Portugis keluar dari benteng-benteng mereka dan secara gencar mengincar dan mengempur setiap kubu pertahanan portugis termasuk yang terdapat di Mamuya yang tidak tercatat dalam sejarah
Orang-orang Portugis di daerah Hum/Rum tidak dapat tinggal dengan tenang dikarenakan orang-orang Galela sering mengusik ketentraman mereka. Mereka pun kemudian memilih hijrah ke daerah Tobelo dengan menepati bebukitan Karianga arah selatan daerah Wangongira, Kusuri, lembah Kao, batang sungai kali Jodo menuju arah Tetewang. Perpindahan ini mempertemukan mereka dengan sesama bangsanya yang bernasib serupa di sekitar Pasir Putih yang kapalnya karam.
Sebagian dari mereka menetap dan menyatu dengan masyarakat setempat. Untuk menghilangkan jejak sebagai orang Portugis mereka pun belajar bahasa Tobelo dan berusaha keras menghilangkan aksen bahasanya. Mereka kemudian hidup bergaul dengan orang Tobelo dan Kao yang pada akhinya membuat kebanyakan orang Togutil berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Tobelo Boeng dan Modole. Upaya-upaya ini dilakukan untuk menghindari kejaran pasukan Ternate dan Alifuru terhadap sisa-sisa orang Portugis di Maluku Utara yang lari ke hutan.
Pada perkembangannya, orang-orang Portugis ini kemudian hidup dengan cara berpindah-pindah ke daerah yang mereka anggap lebih aman sambil tetap berkembang biak. Populasi mereka diketahui menempati hutan di selatan Halmahera Utara sampai ke hutan Wasilei di Halmahera Timur. Mereka senang tinggal ditepian sungai. Rumah mereka terbuat dari kayu bulat beratapkan daun rumbia atau daun woka tanpa dinding. Pola makan mereka adalah dengan menyantap makanan mentah atau dimasak dengan cara dibakar dengan bambu. Air kebanyakan mereka minum langsung dari sungai.
Perawakan suku Togutil yang belum kawin campur adalah seperti orang Portugis pada umumnya. Mereka berperawakan tinggi besar, berkulit putih dan berhidung mancung. Anak-anak perempuan mereka cantik-cantik dengan bola mata yang berwarna bening-keabuan. Pola hidup mereka masih sangat bergantung pada hasil alam. Makan dari buah-buahan, umbi-umbian, pucuk-pucuk daun muda dan dari hasil buruan binatang hutan dan ikan sungai.
Ketergantungan mereka pada alam membuat mereka memiliki pola hidup nomaden. Setelah persediaan umbi-umbian dan buah-buahan serta hewan menjadi berkurang mereka akan berpindah ke daerah baru. Demikianlah sehingga mereka kemudian dikenal sebagai pemilik hutan Halmahera mengingat merekalah yang pertama menjelajahi dan menempati hutan Halmahera
Kehidupan mereka masih sangat tergantung pada keberadaan hutan-hutan asli. Mereka bermukim secara berkelompok di sekitar sungai. Komunitas Togutil yang bermukim di sekitar Sungai Dodaga sekitar 42 rumah tangga. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu, bambu dan beratap daun palem
Suku Togutil yang dikategorikan suku terasing tinggal di pedalaman Halmahera bagian utara dan tengah, menggunakan bahasa Tobelo sama dengan bahasa yang dipergunakan penduduk pesisir, orang Tobelo.
Kehidupan Orang Togutil sesungguhnya amat bersahaja. Mereka hidup dari memukul sagu, berburu babi dan rusa, mencari ikan di sungai-sungai, di samping berkebun. Mereka juga mengumpulkan telur megapoda, damar, dan tanduk rusa untuk dijual kepada orang-orang di pesisir. Kebun-kebun mereka ditanami dengan pisang, ketela, ubi jalar, pepaya dan tebu.
Namun karena mereka suka berpindah-pindah, dapat diduga kalau kebun-kebun itu tidak diusahakan secara intesif. Dengan begitu, sebagaimana lazimnya di daerah-daerah yang memiliki suku primitif, hutan di daerah ini tidak memperlihatkan adanya gangguan yang berarti
Kepercayaan suku halmahera
mayoritas masyarakat suku Togutil memeluk agama kristen protestan dan hanya 3 kepala keluarga saja yang memeluk agama islam. Kepercayaan yang dianut masyarakat Togutil saat ini merupakan perpindahan dari sistem kepercayaan asli yang ditinggalkan pada akhir tahun 1970-an ketika masuknya penyebaran agama kristen di Lolobata sebagai wilayah dimana orang Togutil penghuni hutan awalnya tinggal. Pengenalan agama ini lebih meningkat lagi sejak adanya proyek pemukiman kembali masyarakat terasing pada tahun 1970
Namun pada masyarakat Togutil yang masih jauh di pedalaman hutan masih belum memiliki agama tertentu karena kurangnya pembinaan dari pemerintah maupun berhubungan dengan dunia luar.
sistem kepercayaan atau keyakinan asli orang Togutil terpusat pada ruh-ruh leluhur yang menempati seluruh alam lingkungan. Orang Togutil percaya akan adanya kekuatan dan kekuasaan tertinggi yaitu Jou Ma Dutu, pemilik alam semesta atau biasanya disebut juga O-Gikri Moi yaitu jiwa atau nyawa.
walaupun demikian mereka tidak pernah melakukan upacara – upacara pemujaan. Mereka tidak pernah menyebut istilah atau nama khusus untuk sistem religi aslinya.
Kekerabatan Suku Togutil
orang Togutil hidup berkelompok yang anggotanya masih keluarga luas. Mereka masih merupakan kerabat yang terdiri dari orang tua,anak,keponakan,dan saudara-saudara. Sebagai contoh jika seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan maka dia akan tetap tinggal di kelompok nya, sebaliknya dengan perempuan yang dinikahinya akan meninggalkan kelompok lamanya dan akan ikut kelompok suaminya.
Mata Pencaharian Suku Togutil
Ketergantungan suku Togutil pada alam mebuat mereka memiliki sistem hidup Nomaden yaitu berpindah – pindah. Contoh apabila persediaan umbi – umbian, buah- buahan dan buah – buahan di suatu tempat sudah berkurang maka mereka akan berpindah ke daerah lain untuk mencari sumber makanan pokok lain. Hal itu membuat Halmahera mengingat merekalah yang pertama kali menguasai dan menjelajahi hutan. Bagi masyarakat Togutil yang masih primitif,mereka tidak mengenal sistem pertanian atau bercocok tanam. Sistem mata pencaharian mereka adalah berburu,menangkap ikan,mengumpulkan hasil hutan dan menggunakan sagu sebagai sumber karbohidrat nya.
Sistem Bahasa
Suku Togutil yang dikateorikan sebagai suku terasing tinggal di pedalaman Halmahera utara dan tengah menggunakan menggunakan bahasa Tobelo.
Sistem Kesenian
Di Maluku Utara , pohon bambu selain dimanfaatkan sebagaibahan baku dalam peralatan dalam kebutuhan seperti pembuatan rumah,pagar,tiang,dipan,rakit sungai dll juga dimanfatkan sebagai alat musik yang dikenal dengan “Musik Bambu Hitada” .
Selain itu bsmbu juga digunakan sebagai alat utama untuk permainan “Bambu Gila” yang dalam bahasa ternate dikenal dengan Baramasuwen
Kerajinan Tangan
1.Saloi
Saloi adalah tas punggung tradisional masyarakat Halmahera Utara. Saloi terbuat dari rotan dan biasanya digunakan kaum perempuan untuk pergi ke kebun . Saloi memiliki bentuk bundar dan mengerucut di bawah.
2.Tolu
Tolu Atau topi biasanya digunakan masyarakat untuk berkebun ataupun melaut. Tolu berbahan dasar pelepah pinang yang terlebih dahulu dikeringkan. Bentuknya sangat mirip dengan topi petani indonesia.
Demikian Keunikan Sejarah Adat Budaya Suku Togutil Halmahera berasal dari Maluku Utara , semoga informasi seputar Adat Budaya Maluku Utara ini bermanfaat, jangan lupa share di google plus dan berkomentar dan berkunjung kembali ke
sejarah suku halmahera
Pada tahun 1546, Portugis mulai menyisir setiap pantai dan pulau yang ada di bumi Maluku Utara. Teluk Galela tidak ketinggalan. Tahun 1570 Sultan Khairun diracuni oleh Portugis saat sedang melangsungkan perundingan. Putranya, Sultan Babullah bersumpah untuk mengusir Portugis keluar dari benteng-benteng mereka dan secara gencar mengincar dan mengempur setiap kubu pertahanan portugis termasuk yang terdapat di Mamuya yang tidak tercatat dalam sejarah
Orang-orang Portugis di daerah Hum/Rum tidak dapat tinggal dengan tenang dikarenakan orang-orang Galela sering mengusik ketentraman mereka. Mereka pun kemudian memilih hijrah ke daerah Tobelo dengan menepati bebukitan Karianga arah selatan daerah Wangongira, Kusuri, lembah Kao, batang sungai kali Jodo menuju arah Tetewang. Perpindahan ini mempertemukan mereka dengan sesama bangsanya yang bernasib serupa di sekitar Pasir Putih yang kapalnya karam.
Sebagian dari mereka menetap dan menyatu dengan masyarakat setempat. Untuk menghilangkan jejak sebagai orang Portugis mereka pun belajar bahasa Tobelo dan berusaha keras menghilangkan aksen bahasanya. Mereka kemudian hidup bergaul dengan orang Tobelo dan Kao yang pada akhinya membuat kebanyakan orang Togutil berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Tobelo Boeng dan Modole. Upaya-upaya ini dilakukan untuk menghindari kejaran pasukan Ternate dan Alifuru terhadap sisa-sisa orang Portugis di Maluku Utara yang lari ke hutan.
Pada perkembangannya, orang-orang Portugis ini kemudian hidup dengan cara berpindah-pindah ke daerah yang mereka anggap lebih aman sambil tetap berkembang biak. Populasi mereka diketahui menempati hutan di selatan Halmahera Utara sampai ke hutan Wasilei di Halmahera Timur. Mereka senang tinggal ditepian sungai. Rumah mereka terbuat dari kayu bulat beratapkan daun rumbia atau daun woka tanpa dinding. Pola makan mereka adalah dengan menyantap makanan mentah atau dimasak dengan cara dibakar dengan bambu. Air kebanyakan mereka minum langsung dari sungai.
Perawakan suku Togutil yang belum kawin campur adalah seperti orang Portugis pada umumnya. Mereka berperawakan tinggi besar, berkulit putih dan berhidung mancung. Anak-anak perempuan mereka cantik-cantik dengan bola mata yang berwarna bening-keabuan. Pola hidup mereka masih sangat bergantung pada hasil alam. Makan dari buah-buahan, umbi-umbian, pucuk-pucuk daun muda dan dari hasil buruan binatang hutan dan ikan sungai.
Ketergantungan mereka pada alam membuat mereka memiliki pola hidup nomaden. Setelah persediaan umbi-umbian dan buah-buahan serta hewan menjadi berkurang mereka akan berpindah ke daerah baru. Demikianlah sehingga mereka kemudian dikenal sebagai pemilik hutan Halmahera mengingat merekalah yang pertama menjelajahi dan menempati hutan Halmahera
Kehidupan mereka masih sangat tergantung pada keberadaan hutan-hutan asli. Mereka bermukim secara berkelompok di sekitar sungai. Komunitas Togutil yang bermukim di sekitar Sungai Dodaga sekitar 42 rumah tangga. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu, bambu dan beratap daun palem
Suku Togutil yang dikategorikan suku terasing tinggal di pedalaman Halmahera bagian utara dan tengah, menggunakan bahasa Tobelo sama dengan bahasa yang dipergunakan penduduk pesisir, orang Tobelo.
Kehidupan Orang Togutil sesungguhnya amat bersahaja. Mereka hidup dari memukul sagu, berburu babi dan rusa, mencari ikan di sungai-sungai, di samping berkebun. Mereka juga mengumpulkan telur megapoda, damar, dan tanduk rusa untuk dijual kepada orang-orang di pesisir. Kebun-kebun mereka ditanami dengan pisang, ketela, ubi jalar, pepaya dan tebu.
Namun karena mereka suka berpindah-pindah, dapat diduga kalau kebun-kebun itu tidak diusahakan secara intesif. Dengan begitu, sebagaimana lazimnya di daerah-daerah yang memiliki suku primitif, hutan di daerah ini tidak memperlihatkan adanya gangguan yang berarti
Kepercayaan suku halmahera
mayoritas masyarakat suku Togutil memeluk agama kristen protestan dan hanya 3 kepala keluarga saja yang memeluk agama islam. Kepercayaan yang dianut masyarakat Togutil saat ini merupakan perpindahan dari sistem kepercayaan asli yang ditinggalkan pada akhir tahun 1970-an ketika masuknya penyebaran agama kristen di Lolobata sebagai wilayah dimana orang Togutil penghuni hutan awalnya tinggal. Pengenalan agama ini lebih meningkat lagi sejak adanya proyek pemukiman kembali masyarakat terasing pada tahun 1970
Namun pada masyarakat Togutil yang masih jauh di pedalaman hutan masih belum memiliki agama tertentu karena kurangnya pembinaan dari pemerintah maupun berhubungan dengan dunia luar.
sistem kepercayaan atau keyakinan asli orang Togutil terpusat pada ruh-ruh leluhur yang menempati seluruh alam lingkungan. Orang Togutil percaya akan adanya kekuatan dan kekuasaan tertinggi yaitu Jou Ma Dutu, pemilik alam semesta atau biasanya disebut juga O-Gikri Moi yaitu jiwa atau nyawa.
walaupun demikian mereka tidak pernah melakukan upacara – upacara pemujaan. Mereka tidak pernah menyebut istilah atau nama khusus untuk sistem religi aslinya.
Kekerabatan Suku Togutil
orang Togutil hidup berkelompok yang anggotanya masih keluarga luas. Mereka masih merupakan kerabat yang terdiri dari orang tua,anak,keponakan,dan saudara-saudara. Sebagai contoh jika seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan maka dia akan tetap tinggal di kelompok nya, sebaliknya dengan perempuan yang dinikahinya akan meninggalkan kelompok lamanya dan akan ikut kelompok suaminya.
Mata Pencaharian Suku Togutil
Ketergantungan suku Togutil pada alam mebuat mereka memiliki sistem hidup Nomaden yaitu berpindah – pindah. Contoh apabila persediaan umbi – umbian, buah- buahan dan buah – buahan di suatu tempat sudah berkurang maka mereka akan berpindah ke daerah lain untuk mencari sumber makanan pokok lain. Hal itu membuat Halmahera mengingat merekalah yang pertama kali menguasai dan menjelajahi hutan. Bagi masyarakat Togutil yang masih primitif,mereka tidak mengenal sistem pertanian atau bercocok tanam. Sistem mata pencaharian mereka adalah berburu,menangkap ikan,mengumpulkan hasil hutan dan menggunakan sagu sebagai sumber karbohidrat nya.
Sistem Bahasa
Suku Togutil yang dikateorikan sebagai suku terasing tinggal di pedalaman Halmahera utara dan tengah menggunakan menggunakan bahasa Tobelo.
Sistem Kesenian
Di Maluku Utara , pohon bambu selain dimanfaatkan sebagaibahan baku dalam peralatan dalam kebutuhan seperti pembuatan rumah,pagar,tiang,dipan,rakit sungai dll juga dimanfatkan sebagai alat musik yang dikenal dengan “Musik Bambu Hitada” .
Selain itu bsmbu juga digunakan sebagai alat utama untuk permainan “Bambu Gila” yang dalam bahasa ternate dikenal dengan Baramasuwen
Kerajinan Tangan
1.Saloi
Saloi adalah tas punggung tradisional masyarakat Halmahera Utara. Saloi terbuat dari rotan dan biasanya digunakan kaum perempuan untuk pergi ke kebun . Saloi memiliki bentuk bundar dan mengerucut di bawah.
2.Tolu
Tolu Atau topi biasanya digunakan masyarakat untuk berkebun ataupun melaut. Tolu berbahan dasar pelepah pinang yang terlebih dahulu dikeringkan. Bentuknya sangat mirip dengan topi petani indonesia.
Demikian Keunikan Sejarah Adat Budaya Suku Togutil Halmahera berasal dari Maluku Utara , semoga informasi seputar Adat Budaya Maluku Utara ini bermanfaat, jangan lupa share di google plus dan berkomentar dan berkunjung kembali ke
Baca Juga Artikel