Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Keunikan Sejarah Rumah Adat Gapura Candi Bentar Provinsi Bali

Keunikan-Sejarah-Rumah-Adat-Gapura-Candi-Bentar-Provinsi-Bali
Keunikan Sejarah Rumah Adat Tradisional Gapura Candi Bentar Provinsi Bali 

Gapura candi bentar adalah rumah adat tradisional Daerah Provinsi Bali .Candi bentar adalah sebutan bagi bangunan gapura berbentuk dua bangunan serupa dan sebangun tetapi merupakan simetri cermin yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk.

Candi bentar tidak memiliki atap penghubung di bagian atas, sehingga kedua sisinya terpisah sempurna, dan hanya terhubung di bagian bawah oleh anak tangga.

Sejarah Candi bentar

Bangunan Rumah Adat Tradisional Gapura Candi Bentar yang tak lain mereka sebut adalah “gerbang terbelah”. Bangunan candi gerbang terbelah ini muncul pertama kali dalam seni bangunan Indonesia pada zaman Majapahit. Di bekas kota Majapahit sendiri candi bentar adalah candi yang sangat besar yang mereka sebut Candi Wringin Lawang dan sampai saat ini candi Wringin Lawang masih berdiri tegak. Bangungan candi ini banyak dijumpai di daerah Bali.

Di kawasan bekas Kesultanan Mataram, di Jawa Tengah dan Yogyakarta, gerbang semacam ini juga disebut dengan "supit urang" ("capit udang"), seperti yang terdapat pada kompleks Keraton Solo, Keraton Yogyakarta, dan Pemakaman raja-raja Imogiri. Meskipun makna supit urang biasanya mengacu kepada gerbang dengan jalan bercabang dua, biasanya jalan dan gerbang yang mengapit kiri dan kanan bangunan pagelaran keraton.

Pada aturan zona tata letak pura atau puri Bali, baik candi bentar maupun paduraksa merupakan satu kesatuan rancang arsitektur. Candi bentar merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura dengan nista mandala (jaba pisan) zona terluar kompleks pura, sedangkan gerbang kori ageng atau paduraksa digunakan sebagai gerbang di lingkungan dalam pura, dan digunakan untuk membatasi zona madya mandala (jaba tengah) dengan utama mandala (jero) sebagai kawasan tersuci pura Bali.

Maka dapat disimpulkan bahwa baik untuk kompleks pura maupun tempat tinggal, candi bentar digunakan untuk lingkungan terluar, sedangkan paduraksa untuk lingkungan dalam

Tradisi kehidupan suku Bali kita tahu bahwa di Bali sangat terkenal dengan kepercaayaan dan kebudayaannya hingga saat ini. Mayoritas Bali menganut kepercayaan Hindu Siwa-Buddha, dan yang lebih mendominasi adalah agama Hindu sebanyak 3,2 juta umat. Mereka selalu melakukan ritual persembahan kurban, ritual tersebut adalah salah satu ritual yang selalu dilakukan oleh masyarakat Bali sebelum memulai proses pembangunan.

Ritual ini bertujuan untuk memohon izin pembangunan agar bangunan ini tetap kokoh dan kuat sampai kelak nanti, permohonan ini tak lepas dari ibu Pertiwi. Bakhan para pekerja bangunanpun harus melakukan ritual terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaannya agar saat proses pembangunan para pekerja mendapat bimbingan ada upacara ngaben merupakan symbol kembalinya manusia kepada Tuhan (Mokshatam Atmanam) dengan mengahanyutkan abu jenazah yang telah dibakar tersebut.

Pengambilan nama Gapura Candi Bentar berdasar dari bentuk bangunannya yaitu berupa gapura. Gapura tersebut terdiri dari 2 bangunan candi dibangun sejajar dan serupa yang merupakan gerbang pintu masuk kepekarangan rumah.

Gapura tersebut tidak memiliki atap atas yang memisahkan kedua bangunan candi, sehingga kedua bangunan gapura candi tersebut terlihat tampak jelas terpisah, yang menghubungkan bangunan gapura tersebut adalah berupa anak-anak tangga dan pagar besi yang menjadi pintu jalan masuk. Disekitar bangunan gapura terdapat patung-patung yang merupakan simbol dari kebudayaan Bali.

Gapura candi bentar ini dapat di simbolkan dengan pintu masuk kepekarangan rumah yang menjulang tinggi yang memiliki dua bangunan serupa yang saling berhadapaan dengan tujuan memberikan kesan kokoh terhadap bangunan rumah tersebut. Selain itu, sebagai ungkapan terima kasih kepada sang pencipta, dan simbol sebuah ritual dengan ditandai pernak-pernik yang berupa ukiran, pemberian warna pada bangunan, peralatan serta patung-patung.


Tingkatan Gapura candi bentar

Gapura candi bentar ini bukan hanya sekedar rumah adat, namun dari setiap bangunan memiliki  tingkat golongan utama, madya dan sederhana

1.      Golongan utama adalah bangunan yang diyakini sebagai tempat paling suci sehingga dapat disimbolkan tempat tinggal dewa atau para leluhur yang sudah meninggal.

a)      Astari
Bangunan utama ini bernama Bale Sumanggen fungsinya sebagai sanggah. Bangunan segi empat panjang ini memiliki luas 4x5 meter, dengan tinggi yang hanya sekitar 0,60 meter dan tiga atau empat anak tangga kearat tanah. Bangunan ini digunakan untuk tempat upacara adat, tamu dan tempat bekerja serbaguna.

b)      Tiangsanga

Tiangsanga ini adalah bangunan utama di perumahan utama yang digunakan untuk menerima tamu. Bangunan ini memiliki bentuk dan fungsi yang sama seperti astasari, namun yang membedakan kedua bangunan tersebut adalah pada bangunan tiangsanga memiliki jumlah tiang yang lebih banyak yaitu sembilan.

c)      Sakaros

Sakaros merupakan bangunan utama untuk perumahan utama. Bangunan ini disebut Bale Murdha yang berfungsi sebagai bale maten (ruang tidur). Bangunan ini bedenah bujur sangkar dan atapnya berbentuk limas berpucuk satu yang terdiri dari dua belas tiang dengan pembagian empat-empat sebanyak tiga deret.

2.      Golongan madia adalah golongan tengah yang bangunannya disimbolkan dengan strata manusia atau alam manusia yang diwujudkan dalam bangunan dinding, jendela dan pintu.

a)      Sakutus
Sakutus adalah bangunan madia yang memiliki fungsi tunggal. Bangunan sakutus ini merupakan bangunan awal dalam proses pembuatan rumah yang disebut paturon.  Bangunan ini berbentuk segi empat panjang yang luasnya sekitar 5x2,5 meter dan mempunyai delapan tiang, yang kedelapan tiangnya diarangkai empat-empat menjadi dua bele-bele. Pembangunan atapnya dibangun dengan system kampiyah bukan limasan yang funsinya untuk sirkulasi udara. Selain itu, untuk variasi dia atas depan pintu diberi atap tonjolan. Secara keseluruhan bangunan ini berfungsi sebagai tempat tidur.

3.      Golongan nista adalah golongan paling bawah dengan bahan bangunan masih menggunakan batu bata atau batu gunung. Bangunan ini disimbolkan dengan pondasi pada bagian bawah rumah sebagai penyangga.

a)      Sakenem
Sakenem adalah bangunan perumahan yang bisa tergolong sederhana dan bisa pula madya. Bila bahan dan penyelesaiannya secara sederhana maka bangunan sakenem ini bangunan yang digolongkan sederhana. Sedangkan untuk bangunan sakenem yang digolongkan madya adalah bila bahan dan penyelesaiannya dengan madya. Bangunan ini berbentuk segi empat panjang dengan luas 6x2 meter yang terdiri dari enam tiang berjajar tiga-tiga yang disatukan oleh bale-bale dan atapnya dibangun secara kampiyah atau limasan. Secara umum bangunan ini berfungsi sebagai sumanggen.

b)      Sakepat
Bangunan sakepat ini adalah bangunan sederhana yang digunakan untuk tempat tidur anak-anak yang berbentuk segi empat dengan luasnya sekitar 3x2,5 meter dan memiliki empat tiang.

c)      Padma
Padma adalah bangunan khusus untuk tempat pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Padma ini memiliki bentuk bangunan yang lengkap yang disebut padmasan dengan bentuk dasarnya adalah bujur sangkar berdimensi 3x3 meter dan tingginya 5 meter.

d)      Gedong
Gedong adalah bangunan yang bentuknya serupa dengan tugu. Untuk bagian atap menggunakan alang-alang.

e)      Meru 
Meru adalah bangunan yang disebut dengan atap tumpang karena bangunan ini memiliki atap yang bertingkat-tingkat dan jumlah atap setiap bangunan selalu ganjil. Bangunan ini sengaja dibangun untuk tahan gempa

Candi bentar merupakan nama sebuah bangunan gapura adat Bali. Candi bentar ini sebuah bangunan gapura yang berada di Bali yang letakya tepat berdiri di gerbang pintu masuk kepekarangan rumah karena gapura tersebut dapat disimbolkan “gapura selamat datang”.

Gapura candi bentar adalah gapura yang memiliki dua bangunan serupa dan sebangun yang berdiri secara terpisah yang dibagian atasnya tidak memiliki atap penghubung sehingga memisahkan kedua candi tersebut, kedua sisi gapura tersebut berbentuk simetri cermin atau berhadapan yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk, dan yang menghubungkan kedua gapura tersebut hanyalah anak tangga dan pagar besi yang berada di bagian dasar dan mengapit kedua candi tersebut. Bangunan ini memiliki konstruksi dan ornamen-ornamen yang sesuai dengan tujuan memberikan kesan kokoh terhadap bangunan tersebut.


Bagian-Bagian Rumah

Didalam rumah adat Bali memiliki bagian-bagian penting dan mempunyai fungsi masing-masing.

Sanggah atau Pamerajan merupakan tempat suci bagi keluarga yang tinggal.

Panginjeng Karang adalah tempat untuk memuja yang menjaga pekarangan.

Bale Manten merupakan tempat tidur kepala keluarga, anak gadis dan tempat menyimpan barang-barang berharga. Bale Manten juga sering digunakan bagi pasangan yang baru menikah.

Bale Gede atau Bale Adat adalah sebagai tempat upacara lingkaran hidup.

Bale Dauh berfungsi sebagai tempat kerja, pertemuan dan tempat tidur anak laki-laki.

Paon yaitu berupa dapur yang digunakan sebagai tempat memasak

Lumbung merupakan tempat penyimpanan makanan pokok seperti padi dan hasil bumi lainnya.

Filosofi Rumah Adat Bali

Rumah adat Bali memiliki nilai-nilai penting dalam proses pembangunannya, nilai-nilai tersebut berupa aturan-aturan yang disebut dengan istilah "Asta Kosala Kosali" yakni filosofi yang mengatur tatahubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

Umumnya, sudut utara-timur adalah tempat yang lebih disucikan, sehingga diletakan ruang-ruang yang lebih dinilai suci, sedangkan sudut barat-selatan merupakan sudut yang lebih rendah derajat kesuciannya dalam tata ruang rumah, yang biasanya merupakan arah masuk ke hunian atau untuk bangunan lain seperti kamar mandi dan lain-lain.

Ditinjau dari sudut pandang ilmu bumi, arsitektur Bali menyesuaikan dengan iklim tropis Indonesia dan keadaan dataran tinggi maupun rendah. Di daerah dataran tinggi pada umumnya bangunannya kecil-kecil dan tertutup, demi menyesuaikan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding di buat pendek, untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Luas dan bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan topografi tempat tinggalnya. Sementara untuk daerah dataran rendah, pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa dimanfaatkan sebagai temapt berkumpul massa untuk agenda-agenda adat tertentu, yang umumnya berdinding terbuka, di mana masing-masing mempunyai fungsi tersendiri.

Dari segi material, bahan bangungan yang digunakan bergantung pada tingkat kemapanan si pemiliknya. Masyarakat biasa menggunakan popolan untuk dinding bangunan, sedangkan golongan raja dan brahmana menggunakan tumpukan bata-bata.

Untuk tempat suci/tempat pemujaan baik milik satu keluarga maupun milik suatu kumpulan kekerabatan, menggunakan bahan sesuai kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Seperti untuk bahan atap menggunakan ijuk bagi yang ekonominya mampu, sedangkan bagi yang ekonominya kurang mampu bisa menggunakan alang-alang atau genteng.

Semikian Keunikan Sejarah Rumah Adat Gapura Candi Bentar Provinsi Bali, semoga informasi seputar Rumah Adat Gapura Candi Bentar Provinsi Bali ini bermanfaat, jangan lupa share di google plus dan berkomentar dan berkunjung kembali