Keunikan Sejarah Rumah Adat Tradisional Loka Samawa Sumbawa Nusa Tenggara Barat
Keunikan Sejarah Rumah Adat Tradisional Loka Samawa Sumbawa Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi di Indonesia yang berada di sebelah barat Kepulauan Nusa Tenggara.
Di sebelah utara, provinsi ini berbatasan dengan Laut Flores, bagian barat berbatasan dengan provinsi Bali, bagian timur berbatasan dengan provinsi Nusa Tenggara Timur, dan bagian selatan berbatasan dengan Samudra Hindia.
Penduduk Nusa Tenggara Barat terdiri dari suku Sasak, yaitu suku asli yang berasal dari Pulau Lombok, dan suku Bima serta suku Sumbawa yang berada di pulau Sumbawa. Masing-masing pulau memiliki rumah adatnya sendiri.
Seperti pulau Sumbawa memiliki rumah adat bernama Dalam Loka Samawa dan Pulau Lombok memiliki rumah adat suku Sasak yang biasa disebut Bale.
Sejarah Rumah Adat Tradisional Loka Samawa Sumbawa Nusa Tenggara Barat
Di nusa tenggara barat terdapat suku Sumbawa yang mempunyai rumah adat bernama dalam loka samawa, rumah adat ini didirikan oleh pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III di Pulau Sumbawa, tepatnya di kota Sumbawa Besar.rumah adat dalam loka ini diartikan sebagai istana atau tempat raja diambil dari kata dalam yang berarti memiliki arti istana atau rumah yang ada di dalam istana dan loka yang berarti dunia. Rumah adat ini dibangun tahun 1885.
Dalam loka samawa dulunya menyatu dengan masjid nurul huda namun karena renovasi akhirnya sudah tidak menyatu melainkan diseberangnya
Istana Dalam Loka di bangun pada tahun 1885 pada masa Sultan Muhammad Jalaluddin III (1883-1931), yang menjadi Sultan ke-16 dari Dinasti Dewa Dalam Bawa. Istana ini selain untuk menempatkan Sultan pada posisi yang agung, juga sebagai pengganti Istana Bala Sawo yang bangunannya tidak berbeda dengan rumah rakyat pada umumnya.
Pada masanya, Bala Rea yang kini dikenal sebagai Istana Dalam Loka adalah bangunan utama dari komplek istana (”dalam”) disamping beberapa bagian istana lainnya yaitu Alang Aji dan Alang Kamutar, Bala Bulo, Lawang Rare, Sarumung Belo, Bale Pamaning, Jambang Sasir, Pekatik Kamutar dan Keban Alas. Disebelah barat alun-alun terdapat Masjid Kesultanan, Masjid Jami' Nurulhuda yang telah mengalami perubahan bentuk secara total.
Bahan baku pembangunan istana ini berasal dari desa di sekitar istana, khusus kayu jati ukuran besar didatangkan dari hutan Jati Timung. Pada awalnya atap terbuat dari sirap namun karena dikhawatirkan mudah terbakar kemudian diganti dengan bahan seng yang dibawa dari Singapura menggunakan kapal kesultanan bernama Mastora.
Konstruksi bangunan istana ini tidak menggunakan paku besi, melainkan menggunakan pasak kayu. Istana dibangun dua lantai, tiang lantai satu bersambung dengan tiang lantai dua dimana sambungannya menggunakan sistem baji yang sangat lentur bila terjadi gempa bumi. Pekerjaan pembangunan istana ini dipimpin Imam Masjid Kedatuan Taliwang bernama Imam Haji Hasyim.
Istana Dalam Loka merupakan saksi sejarah yang menggambarkan betapa agungnya semangat religius Kesultanan Sumbawa pada zaman kolonial Belanda. Istana dengan arsitektur rumah panggung ini dirancang secara sempurna dengan setiap detail bentuk, jumlah, letak, ukuran, dan ornament bagian-bagiannya merupakan simbolisasi ajaran Agama Islam.
Bahkan, pemaknaan itu tercermin dari proses pembangunannya, yakni selama sembilan bulan 10 hari sesuai dengan umur manusia dalam kandungan. Rancang arsitektur istana berisi pesan filosofis “Adat barenti ko syara', Syara' barenti ko Kitabullah”, maksudnya bahwa semua aturan adat istiadat maupun nilai-nilai dalam sendi kehidupan Tau Samawa (masyarakat Sumbawa) harus berlandaskan pada Syariat Islam. Salah satu perwujudannya yakni dengan menyatunya bangunan istana dengan Masjid Jami' Nurulhuda.
Bangunan utama istana berbentuk rumah panggung disebut Bala Rea berupa bangunan kembar yang ditopang oleh 99 tiang terdiri dari 98 tiang kayu jati dan 1 buah tiang gantung. Bilangan 99 melambangkan 99 Nama Allah (Asmaul Husna) dimaksudkan untuk mengingatkan Sultan.
Bentuk bangunan beratap kembar dengan satu tangga yang tidak persis berada di tengah tetapi terletak di bagian timur merujuk pada salah satu bagian dari rukun sholat yakni “attahiyat”. Bentuk ini mengingatkan kepada Sultan beserta segenap rakyatnya untuk melaksanakan sholat 5 waktu sebanyak 17 raka'at sehari semalam. Beberapa bagian lain juga merupakan simbol-simbol religius, misalnya hiasan ornamen-ornamen yang berbentuk buah nanas yang menggambarkan Habluminannas (hubungan antar manusia) sedangkan Bangkung di bagian atap istana menggambarkan Bangunan Dalam Loka menghadap ke selatan, tidak berhadapan dengan Masjid Kesultanan.
Berdasarkan hukum arah mata angin, selatan diyakini dapat memberikan suasana senap semu nyaman nyawe (sejuk, damai, nyaman dan tenteram) bagi penghuni bangunan istana. Posisi tidak berhadapan dengan masjid memberikan nilai toleransi bagi penghuni istana yang tidak sempat sholat berjamaah di masjid, itu sebabnya dibuat repan shalat (mushalla) di dalam Bala Rea. Arah selatan juga bermakna berpijak pada masa lalu, artinya Sultan harus arif mengambil hikmah dari kejadian masa lalu untuk kebaikan masa kini.
Dulunya, Istana Dalam Loka berfungsi sebagai pusat pemerintahan sekaligus kediaman Sultan namun fungsi itu berubah sejak pindahnya Sultan ke Istana Bala Puti pada tahun 1934. Kini, Dalam Loka menjadi cagar budaya yang mengingatkan jika dahulu pernah berdiri Kesultanan Sumbawa yang pernah berjaya pada zamannya. Di sini juga sering dijadikan lokasi penyelenggaraan kegiatan pariwisata dan kebudayaan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
Istana Dalam Loka berlokasi di Pusat kota Sumbawa Besar, berjarak sekitar 2,5 km ke arah tenggara dari Bandara Sultan Kaharruddin, dapat dicapai dengan kendaraan umum baik angkot, ojek maupun becak. Bila berlibur ke Sumbawa, tidak sempurna jika anda belum berkunjung ke istana yang memiliki luas 1.251 m2 dan konon merupakan istana dari kayu berbentuk panggung terbesar di dunia. Namun bila belum sempat datang dan melihat secara langsung ke Sumbawa, maka dapat mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta dimana model Istana Dalam Loka dijadikan prototype bangunan adat mewakili Provinsi NTB.
Rumah istana Sumbawa atau Dalam Loka adalah rumah adat atau istana yang didirikan dan dikembangkan oleh pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III di Pulau Sumbawa, tepatnya di kota Sumbawa Besar.
Terdapat pengertian dari Dalam Loka itu sendiri, yaitu kata “Dalam” yang memiliki arti istana atau rumah yang ada di dalam istana dan “Loka” yang memiliki arti dunia atau juga tempat. Sehingga dapat disimpulkan pengertian Dalam Loka merupakan istana atau tempat hunian raja.
Namun, penggunaan rumah adat Dalam Loka saat ini difungsikan untuk menyimpan benda atau artifak bersejarah milik Kabupaten Sumbawa.
Dalam Loka disusun oleh bangunan kembar yang disokong atau ditahan oleh 98 pilar kayu jati dan 1 pilar pendek (pilar guru) yang dibuat dari pohon cabe. Jumlah dari seluruh tiang penyokong adalah 99 tiang yang mewakili 99 sifat Allah dalam Al-Qur’an (Asmaul Husna). Di Dalam Loka ini terdapat ukiran-ukiran yang merupakan ukiran khas daerah Pulau Sumbawa atau disebut lutuengal yang digunakan untuk ornamen pada kayu bangunannya. Ukiran khas Pulau Sumbawa ini biasanya motif bunga dan juga motif daun-daunan.
Struktur Rumah Adat Tradisional Loka Samawa Sumbawa Nusa Tenggara Barat
Rumah Adat Dalam Loka samawa disusun oleh bangunan kembar yang disokong atau ditahan oleh 98 pilar kayu jati dan 1 pilar pendek (pilar guru) yang dibuat dari pohon cabe.
Jumlah dari seluruh tiang penyokong adalah 99 tiang yang mewakili 99 sifat Allah dalam Al-Qur’an (Asmaul Husna). Bangunan dalam loka menghadap ke selatan atu tepatnya ke arah Bukit Sampar dan alun-alun kota, ketika memasuki rumah ini terdapat ukiran khas daerah pulau Sumbawa yang disebut lutuengal.
Ukiran khas Pulau Sumbawa ini biasanya motif bunga dan juga motif daun-daunan. rumah dalam loka samawa hanya memiliki satu pintu akses yang besar untuk masuk dan keluar. Untuk masuk bisa melewati Tangga depan yang dimiliki Dalam Loka tidak seperti tangga pada umumnya, tangga ini berupa lantai kayu yang dimiringkan hingga menyentuh tanah dan lantai kayu tersebut ditempeli oleh potongan kayu sebagai penahan pijakan.
Pertama kali memasuki istana akan ditemukan susunan tangga yang menjadi satu-satunya jalan masuk ke istana. Tangga ini menyimbolkan bahwa siapapun harus menghormati raja.
Hal ini tercermin dari keharusan membungkuk bagi siapapun yang melewati tangga ini.
di dalam loka samawa terdapat dua bangunan yaitu bala rea dan graha besar yang mempunyai fungsi tersendiri.
Dibagian depan ada :
Lunyuk Agung : Di bagian depan bangunan terdapat ruangan bernama Lunyuk Agung yang berfungsi sebagai tempat musayawarah, resepsi atau acara pertemuan lainnya.
Lunyuk Mas : Di sebelah Lunyuk Agung terdapat ruangan yang bernama Lunyuk Mas, fungsinya adalah sebagai ruangan khusus untuk permaisuri, istri-istri menteri dan staf penting kerajaan ketika dilangsungkan upacara adat.
Bala bulo : ada 2 lantai, lantai pertama berfungsi sebagai tempat bermain putra/putri raja dan lantai kedua berfungsi sebagai tempat permaisuri dan istri para bangsawan saat menyaksikan pertunjukan di lapangan istana. (Anak tangga menuju tingkat dua berjumlah 17 anak tangga. Jumlah tersebut mewakili 17 rukun sholat.)
Di bagian dalam ada :
Ruang dalam bagian barat : ruangan-ruangan ini hanya disekat oleh kelambu fungsinya adalah sebagai tempat shalat, di sebelah utaranya merupakan kamar tidur permaisuri dan dayang-dayang.
Ruang dalam bagian timur : terdiri dari empat kamar dan diperuntukan bagi putra/putri raja yang sudah berumah tangga di ujung utara ruangan ini adalah kamar pengasuh rumah tangga istana.
Di bagian belakang ada :
Ruang sidang : pada malam hari ruangan ini dijadikan tempat tidur para dayang.
Kamar mandi : memanjang dari kamar peraduan raja hingga kamar permaisuri.
Arah rumah adat menghadap selatan pun berdasarkan dari pengertian sukunya, selatan dipercaya dapat memberikan suasana sejuk, tenteram, damai, dan nyaman. Tidak hanya itu, selatan pun bermakna menatap pada masa lalu yang bila diartikan pemimpin harus memiliki kebijaksanaan dan kearifan dalam menyikapi masa lalu yang bisa dibawa ke masa kini.
Dan Istana kokoh yang dibangun dari bahan kayu ini meninggalkan pesan filosofis“adat barenti ko syara’, syara’ barenti ko kitabullah’ yang artinya semua aturan adat istiadat maupun nilai-nilai dalam sendi kehidupan Tau Samawa (warga Sumbawa) harus bersemangatkan pada Syariat Islam. Salah satu perwujudannya yakni dengan menyatunya bangunan Istana Dalam Loka dengan Masjid Nurulhuda.
Bentuk bangunan dengan tiga atap yang tidak berdiri di tengah istana. Model atap seperti itu diambil dari hakekat attahiyatpada posisi sholat. Sholat adalah tiang agama. Bangunan ini juga mengingatkan kepada kita untuk melaksanakan sholat 5 waktu sebanyak 17 raka’at sehari semalam.
Demikian Keunikan Sejarah Rumah Adat Tradisional Loka Samawa Sumbawa Nusa Tenggara Barat
, semoga informasi seputar Rumah Adat Sumbawa Nusa Tenggara Bara ini bermanfaat, jangan lupa share di google plus dan berkomentar dan berkunjung kembali ke www.senibudayawisata.com
Di sebelah utara, provinsi ini berbatasan dengan Laut Flores, bagian barat berbatasan dengan provinsi Bali, bagian timur berbatasan dengan provinsi Nusa Tenggara Timur, dan bagian selatan berbatasan dengan Samudra Hindia.
Penduduk Nusa Tenggara Barat terdiri dari suku Sasak, yaitu suku asli yang berasal dari Pulau Lombok, dan suku Bima serta suku Sumbawa yang berada di pulau Sumbawa. Masing-masing pulau memiliki rumah adatnya sendiri.
Seperti pulau Sumbawa memiliki rumah adat bernama Dalam Loka Samawa dan Pulau Lombok memiliki rumah adat suku Sasak yang biasa disebut Bale.
Sejarah Rumah Adat Tradisional Loka Samawa Sumbawa Nusa Tenggara Barat
Di nusa tenggara barat terdapat suku Sumbawa yang mempunyai rumah adat bernama dalam loka samawa, rumah adat ini didirikan oleh pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III di Pulau Sumbawa, tepatnya di kota Sumbawa Besar.rumah adat dalam loka ini diartikan sebagai istana atau tempat raja diambil dari kata dalam yang berarti memiliki arti istana atau rumah yang ada di dalam istana dan loka yang berarti dunia. Rumah adat ini dibangun tahun 1885.
Dalam loka samawa dulunya menyatu dengan masjid nurul huda namun karena renovasi akhirnya sudah tidak menyatu melainkan diseberangnya
Istana Dalam Loka di bangun pada tahun 1885 pada masa Sultan Muhammad Jalaluddin III (1883-1931), yang menjadi Sultan ke-16 dari Dinasti Dewa Dalam Bawa. Istana ini selain untuk menempatkan Sultan pada posisi yang agung, juga sebagai pengganti Istana Bala Sawo yang bangunannya tidak berbeda dengan rumah rakyat pada umumnya.
Pada masanya, Bala Rea yang kini dikenal sebagai Istana Dalam Loka adalah bangunan utama dari komplek istana (”dalam”) disamping beberapa bagian istana lainnya yaitu Alang Aji dan Alang Kamutar, Bala Bulo, Lawang Rare, Sarumung Belo, Bale Pamaning, Jambang Sasir, Pekatik Kamutar dan Keban Alas. Disebelah barat alun-alun terdapat Masjid Kesultanan, Masjid Jami' Nurulhuda yang telah mengalami perubahan bentuk secara total.
Bahan baku pembangunan istana ini berasal dari desa di sekitar istana, khusus kayu jati ukuran besar didatangkan dari hutan Jati Timung. Pada awalnya atap terbuat dari sirap namun karena dikhawatirkan mudah terbakar kemudian diganti dengan bahan seng yang dibawa dari Singapura menggunakan kapal kesultanan bernama Mastora.
Konstruksi bangunan istana ini tidak menggunakan paku besi, melainkan menggunakan pasak kayu. Istana dibangun dua lantai, tiang lantai satu bersambung dengan tiang lantai dua dimana sambungannya menggunakan sistem baji yang sangat lentur bila terjadi gempa bumi. Pekerjaan pembangunan istana ini dipimpin Imam Masjid Kedatuan Taliwang bernama Imam Haji Hasyim.
Istana Dalam Loka merupakan saksi sejarah yang menggambarkan betapa agungnya semangat religius Kesultanan Sumbawa pada zaman kolonial Belanda. Istana dengan arsitektur rumah panggung ini dirancang secara sempurna dengan setiap detail bentuk, jumlah, letak, ukuran, dan ornament bagian-bagiannya merupakan simbolisasi ajaran Agama Islam.
Bahkan, pemaknaan itu tercermin dari proses pembangunannya, yakni selama sembilan bulan 10 hari sesuai dengan umur manusia dalam kandungan. Rancang arsitektur istana berisi pesan filosofis “Adat barenti ko syara', Syara' barenti ko Kitabullah”, maksudnya bahwa semua aturan adat istiadat maupun nilai-nilai dalam sendi kehidupan Tau Samawa (masyarakat Sumbawa) harus berlandaskan pada Syariat Islam. Salah satu perwujudannya yakni dengan menyatunya bangunan istana dengan Masjid Jami' Nurulhuda.
Bangunan utama istana berbentuk rumah panggung disebut Bala Rea berupa bangunan kembar yang ditopang oleh 99 tiang terdiri dari 98 tiang kayu jati dan 1 buah tiang gantung. Bilangan 99 melambangkan 99 Nama Allah (Asmaul Husna) dimaksudkan untuk mengingatkan Sultan.
Bentuk bangunan beratap kembar dengan satu tangga yang tidak persis berada di tengah tetapi terletak di bagian timur merujuk pada salah satu bagian dari rukun sholat yakni “attahiyat”. Bentuk ini mengingatkan kepada Sultan beserta segenap rakyatnya untuk melaksanakan sholat 5 waktu sebanyak 17 raka'at sehari semalam. Beberapa bagian lain juga merupakan simbol-simbol religius, misalnya hiasan ornamen-ornamen yang berbentuk buah nanas yang menggambarkan Habluminannas (hubungan antar manusia) sedangkan Bangkung di bagian atap istana menggambarkan Bangunan Dalam Loka menghadap ke selatan, tidak berhadapan dengan Masjid Kesultanan.
Berdasarkan hukum arah mata angin, selatan diyakini dapat memberikan suasana senap semu nyaman nyawe (sejuk, damai, nyaman dan tenteram) bagi penghuni bangunan istana. Posisi tidak berhadapan dengan masjid memberikan nilai toleransi bagi penghuni istana yang tidak sempat sholat berjamaah di masjid, itu sebabnya dibuat repan shalat (mushalla) di dalam Bala Rea. Arah selatan juga bermakna berpijak pada masa lalu, artinya Sultan harus arif mengambil hikmah dari kejadian masa lalu untuk kebaikan masa kini.
Dulunya, Istana Dalam Loka berfungsi sebagai pusat pemerintahan sekaligus kediaman Sultan namun fungsi itu berubah sejak pindahnya Sultan ke Istana Bala Puti pada tahun 1934. Kini, Dalam Loka menjadi cagar budaya yang mengingatkan jika dahulu pernah berdiri Kesultanan Sumbawa yang pernah berjaya pada zamannya. Di sini juga sering dijadikan lokasi penyelenggaraan kegiatan pariwisata dan kebudayaan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
Istana Dalam Loka berlokasi di Pusat kota Sumbawa Besar, berjarak sekitar 2,5 km ke arah tenggara dari Bandara Sultan Kaharruddin, dapat dicapai dengan kendaraan umum baik angkot, ojek maupun becak. Bila berlibur ke Sumbawa, tidak sempurna jika anda belum berkunjung ke istana yang memiliki luas 1.251 m2 dan konon merupakan istana dari kayu berbentuk panggung terbesar di dunia. Namun bila belum sempat datang dan melihat secara langsung ke Sumbawa, maka dapat mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta dimana model Istana Dalam Loka dijadikan prototype bangunan adat mewakili Provinsi NTB.
Rumah istana Sumbawa atau Dalam Loka adalah rumah adat atau istana yang didirikan dan dikembangkan oleh pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III di Pulau Sumbawa, tepatnya di kota Sumbawa Besar.
Terdapat pengertian dari Dalam Loka itu sendiri, yaitu kata “Dalam” yang memiliki arti istana atau rumah yang ada di dalam istana dan “Loka” yang memiliki arti dunia atau juga tempat. Sehingga dapat disimpulkan pengertian Dalam Loka merupakan istana atau tempat hunian raja.
Namun, penggunaan rumah adat Dalam Loka saat ini difungsikan untuk menyimpan benda atau artifak bersejarah milik Kabupaten Sumbawa.
Dalam Loka disusun oleh bangunan kembar yang disokong atau ditahan oleh 98 pilar kayu jati dan 1 pilar pendek (pilar guru) yang dibuat dari pohon cabe. Jumlah dari seluruh tiang penyokong adalah 99 tiang yang mewakili 99 sifat Allah dalam Al-Qur’an (Asmaul Husna). Di Dalam Loka ini terdapat ukiran-ukiran yang merupakan ukiran khas daerah Pulau Sumbawa atau disebut lutuengal yang digunakan untuk ornamen pada kayu bangunannya. Ukiran khas Pulau Sumbawa ini biasanya motif bunga dan juga motif daun-daunan.
Struktur Rumah Adat Tradisional Loka Samawa Sumbawa Nusa Tenggara Barat
Rumah Adat Dalam Loka samawa disusun oleh bangunan kembar yang disokong atau ditahan oleh 98 pilar kayu jati dan 1 pilar pendek (pilar guru) yang dibuat dari pohon cabe.
Jumlah dari seluruh tiang penyokong adalah 99 tiang yang mewakili 99 sifat Allah dalam Al-Qur’an (Asmaul Husna). Bangunan dalam loka menghadap ke selatan atu tepatnya ke arah Bukit Sampar dan alun-alun kota, ketika memasuki rumah ini terdapat ukiran khas daerah pulau Sumbawa yang disebut lutuengal.
Ukiran khas Pulau Sumbawa ini biasanya motif bunga dan juga motif daun-daunan. rumah dalam loka samawa hanya memiliki satu pintu akses yang besar untuk masuk dan keluar. Untuk masuk bisa melewati Tangga depan yang dimiliki Dalam Loka tidak seperti tangga pada umumnya, tangga ini berupa lantai kayu yang dimiringkan hingga menyentuh tanah dan lantai kayu tersebut ditempeli oleh potongan kayu sebagai penahan pijakan.
Pertama kali memasuki istana akan ditemukan susunan tangga yang menjadi satu-satunya jalan masuk ke istana. Tangga ini menyimbolkan bahwa siapapun harus menghormati raja.
Hal ini tercermin dari keharusan membungkuk bagi siapapun yang melewati tangga ini.
di dalam loka samawa terdapat dua bangunan yaitu bala rea dan graha besar yang mempunyai fungsi tersendiri.
Dibagian depan ada :
Lunyuk Agung : Di bagian depan bangunan terdapat ruangan bernama Lunyuk Agung yang berfungsi sebagai tempat musayawarah, resepsi atau acara pertemuan lainnya.
Lunyuk Mas : Di sebelah Lunyuk Agung terdapat ruangan yang bernama Lunyuk Mas, fungsinya adalah sebagai ruangan khusus untuk permaisuri, istri-istri menteri dan staf penting kerajaan ketika dilangsungkan upacara adat.
Bala bulo : ada 2 lantai, lantai pertama berfungsi sebagai tempat bermain putra/putri raja dan lantai kedua berfungsi sebagai tempat permaisuri dan istri para bangsawan saat menyaksikan pertunjukan di lapangan istana. (Anak tangga menuju tingkat dua berjumlah 17 anak tangga. Jumlah tersebut mewakili 17 rukun sholat.)
Di bagian dalam ada :
Ruang dalam bagian barat : ruangan-ruangan ini hanya disekat oleh kelambu fungsinya adalah sebagai tempat shalat, di sebelah utaranya merupakan kamar tidur permaisuri dan dayang-dayang.
Ruang dalam bagian timur : terdiri dari empat kamar dan diperuntukan bagi putra/putri raja yang sudah berumah tangga di ujung utara ruangan ini adalah kamar pengasuh rumah tangga istana.
Di bagian belakang ada :
Ruang sidang : pada malam hari ruangan ini dijadikan tempat tidur para dayang.
Kamar mandi : memanjang dari kamar peraduan raja hingga kamar permaisuri.
Arah rumah adat menghadap selatan pun berdasarkan dari pengertian sukunya, selatan dipercaya dapat memberikan suasana sejuk, tenteram, damai, dan nyaman. Tidak hanya itu, selatan pun bermakna menatap pada masa lalu yang bila diartikan pemimpin harus memiliki kebijaksanaan dan kearifan dalam menyikapi masa lalu yang bisa dibawa ke masa kini.
Dan Istana kokoh yang dibangun dari bahan kayu ini meninggalkan pesan filosofis“adat barenti ko syara’, syara’ barenti ko kitabullah’ yang artinya semua aturan adat istiadat maupun nilai-nilai dalam sendi kehidupan Tau Samawa (warga Sumbawa) harus bersemangatkan pada Syariat Islam. Salah satu perwujudannya yakni dengan menyatunya bangunan Istana Dalam Loka dengan Masjid Nurulhuda.
Bentuk bangunan dengan tiga atap yang tidak berdiri di tengah istana. Model atap seperti itu diambil dari hakekat attahiyatpada posisi sholat. Sholat adalah tiang agama. Bangunan ini juga mengingatkan kepada kita untuk melaksanakan sholat 5 waktu sebanyak 17 raka’at sehari semalam.
Demikian Keunikan Sejarah Rumah Adat Tradisional Loka Samawa Sumbawa Nusa Tenggara Barat
, semoga informasi seputar Rumah Adat Sumbawa Nusa Tenggara Bara ini bermanfaat, jangan lupa share di google plus dan berkomentar dan berkunjung kembali ke www.senibudayawisata.com